Hukum jaminan adalah kaidah
atau peraturan hukum yang mengatur ketentuan mengenai jaminan dari pihak
debitur atau dari pihak ketiga bagi kepastian pelunasan piutang kreditur atau
pelaksanaan suatu prestasi. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sudah sering
mendengar istilah jaminan. Jaminan dalam pengertian bahasa sehari-hari biasanya
merujuk pada pengertian adanya suatu benda atau barang yang dijadikan sebagai
pengganti atau penanggung pinjaman uang terhadap seseorang.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia,
jaminan diartikan sebagai tanggungan. Sedangkan pengertian jaminan yang
diberikan oleh Hartono Hadisoeprapto dalam Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan
Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan
keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang
yang timbul dari suatu perikatan.
Pengaturan
Mengenai Hukum Jaminan
Pengaturan mengenai hukum jaminan bersumber dari undang-undang dan
peraturan perundang-undangan. Pengaturan mengenai hukum jaminan dapat ditemukan dalam pasal 1131
KUHPerdata. Sementara pengaturanhukum jaminan oleh
Undang-Undang dapat ditemukan antara lain dalam :
·
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang mengatur tentang pembelian objek jaminan
kredit oleh bank pemberi kredit dalam rangka kredit maceet debitur, pada Pasal
12A;
·
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 yang menetapkan agunan untuk pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah oleh Bank Indonesia kepada
bank yang memiliki kesulitan pendanaan jangka pendek, sebagaimana dimaksud
dalam pasal 11 ayat (2).
Selain itu, terdapat
pula peraturan pemerintah sebagai aturan pelaksana dari perundang-undangan yang
mengatur mengenai hukum jaminan khususnya mengenai hukum jaminan fidusia.
Pengaturan mengenai hukum jaminan fidusia ini dapat ditemukan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia
dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
Asas-Asas
Hukum Jaminan
Asas
mengenai jaminan utang dalam hukum jaminan
Jaminan pemberian utang oleh kreditur
terhadap debitur telah diatur dengan Undang-Undang. Dalam hukum jaminan
terdapat 2 (dua) asas umum mengenai jaminan, antara lain:
·
Dalam pasal 1131 KUH Perdata, yang menentukan bahwa segala harta
kekayaan debitur, baik yang berupa benda bergerak maupun benda tetap, baik yang
sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan atau agunan
bagi semua perikatan yang dibuat oleh debitur dengan para krediturnya.
·
Dalam pasal 1132 KUH Perdata, menyebutkan bahwa apabila debitur
wanprestasi, maka hasil penjualan atas semua harta kekayaan atas debitur tanpa
kecuali, merupakan sumber bagi pelunasan utangnya.
Asas
Mengenai Hak Jaminan dalam Hukum Jaminan
·
Asas Territorial, yakni menentukan barang jaminan yang ada di suatu negara
hanya dapat dijadikan jaminan hutang apabila perjanjian hutang maupun
pengikatan hipotik tersebut dibuat di negara tersebut;
·
Asas Aksesoir merupakan asas yang merujuk pada pasal 1821 KUH Perdata yang
menyebutkan bahwa suatu perjanjian dapat diadakan apabila terdapat perjanjian
pokoknya;
·
Asas Hak Preferensi bahwa pihak kreditur kepada siapa debitur telah
menjamin hutangnya pada umumnya mempunyai hak atas jaminan kredit tersebut
untuk pelunasan hutangnya yang mesti didahulukan dari kreditur yang lain;
·
Asas Non-Distribusi menyebutkan bahwa suatu hak jaminan tidak dapat
dipecah-pecah kepada beberapa orang kreditur;
·
Asas Publisitas yang menyatakan bahwa suatu jaminan hutang harus
dipublikasikan sehingga diketahui oleh khalayak umum;
·
Asas Eksistensi Benda, menyebutkan bahwa suatu hipotik atau hak
tanggungan hanya dapat diletakkan pada benda yang benar-benar ada;
·
Asas Eksistensi Perjanjian Pokok, yakni bahwa benda jaminan dapat diikat
setelah adanya perjanjian pokok;
·
Asas Larangan Janji Benda Jaminan Dimiliki Untuk Sendiri, yakni asas yang
melarang kreditur untuk memiliki benda jaminan untuk diri sendiri;
·
Asas Formalism, menyebutkan bahwa terdapat tata cara atau prosesi yang
telah diatur oleh Undang-Undang untuk membuat atau melaksanakan suatu
perjanjian, antara lain adanya keharusan untuk pembuatan akta, keharusan untuk
melakukan pencatatan, keharusan untuk melaksanakan didepan pejabat tertentu,
keharusan penggunaan instrumen tertentu dan adanya keharusan penggunaan
kata-kata tertentu dalam perjanjian;
·
Asas Mengikuti Benda, yakni hak jaminan adalah hak kebendaan sehingga hak
jaminan akan selalu ada pada suatu benda yang telah dijaminkan walaupun benda
tersebut telah berpindah kepemilikannya,
Klasifikasi
Jaminan dalam Hukum Jaminan
·
Jaminan Umum dan Jaminan Khusus
·
Jaminan Pokok, Jaminan Utama dan Jaminan Tambahan
·
Jaminan Kebendaan dan Jaminan Perorangan
·
Jaminan Regulatif dan Jaminan Non Regulatif
·
Jaminan Konvensional dan Jaminan Non Konvensional
·
Jaminan Eksekutorial dan Jaminan Non Eksekutorial Khusus
·
Jaminan Serah Benda dan jaminan Serah Kepemilikan
No comments:
Post a Comment