Social Icons

Thursday, December 27, 2012

Asas Retroaktif dalam perspektif Hukum Indonesia


Asas Retroaktif dalam Sistem Hukum IndonesiaHukum Pidana Indonesia pada dasarnya menganut asas legalitas sebagimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang menyatakan “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”. Salah satu konsekuensi dari ketentuan dari pasal tersebut adalah larangan memberlakukan surut suatu perundang-undangan pidana atau yang dikenal dengan istilah asas retroaktif. Pada awalnya, larangan pemberlakuan surut suatu peraturan pidana terdapat dalam Pasal 6 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Nederlands Indie (AB) S.1947-23, kemudian muncul dalam Konstitusi, yaitu UUDS 1950 Pasal 14 ayat (2). Larangan asas retroaktif juga ditegaskan dalam Pasal 28 I ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”
Adapun dasar pemikiran dari larangan tersebut adalah:
a. Untuk menjamin kebebasan individu dari kesewenang-wenangan penguasa.
b. Pidana itu juga sebagai paksaan psikis (teori psychologische dwang dari Anselm von Feurebach). Dengan adanya ancaman pidana terhadap orang yang melakukan tindak pidana, penguasa berusaha mempengaruhi jiwa si calon pembuat untuk tidak berbuat.

Meskipun prinsip dasar dari hukum berpegang pada asas legalitas namun dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan asas legalitas ini tidak berlaku mutlak. Artinya dimungkinkan pemberlakuan asas retroaktif walaupun hanya dalam hal-hal tertentu saja. Pemberlakuan surut diizinkan jika sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP yang menyebutkan “ Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.” Suatu peraturan perundang-undanganmengandung asas retroaktif jika :
a. menyatakan seseorang bersalah karena melakukan suatu perbuatan yang ketika perbuatan tersebut dilakukan bukan merupakan perbuatan yang dapat dipidana; dan
b. menjatuhkan hukuman atau pidana yang lebih berat daripada hukuman atau pidana yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan (Pasal 12 Ayat 2 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia).
Asas Retroaktif tidak boleh digunakan kecuali telah memenuhi empat syarat kumulatif:
(1) kejahatan berupa pelanggaran HAM berat atau kejahatan yang tingkat kekejaman dan destruksinya setara dengannya;
(2) peradilannya bersifat internasional, bukan peradilan nasional;
(3) peradilannya bersifat ad hoc, bukan peradilan permanen; dan
(4) keadaan hukum nasional negara bersangkutan tidak dapat dijalankan karena sarana, aparat, atau ketentuan hukumnya tidak sanggup menjangkau kejahatan pelanggaran HAM berat atau kejahatan yang tingkat kekejaman dan destruksinya setara dengannya.
Beberapa ketentuan yang mengatur mengenai asas retroaktif ini diatur dalam Penjelasan Pasal 4, Pasal 18 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 (khusus yang berkaitan dengan hukum pidana) dan Pasal 43 UU No. 26 Tahun 2000, Pasal 46 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menjadi UU No. 15 Tahun 2003 dan Perpu No. 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada Peristiwa Bom di Bali tanggal 12 Oktober 2002 yang akhirnya menjadi UU No. 16 Tahun 2003.
Asas Retroaktif Dalam Instrumen Hukum Internasional
Pada saat ini larangan pemberlakuan surut (non retroaktif) suatu peraturan pidana sudah menjadi hal yang umum di dunia internasional, misalnya dalam Artikel 99 Konvensi Jenewa Ketiga 12 Agustus 1949, Pasal 4 dan Pasal 28 Konvensi Wina 1969 (Vienna Convention on the Law and Treaties) yang mengatur perjanjian antara negara dan negara dan Pasal 4 dan Pasal 28 Konvensi Wina 1986 (Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International Organizations or between International Organizations). Selain itu dapat pula dilihat dalam Pasal 11 ayat (2) Universal Declaration of Human Right 1948, Pasal 15 ayat (1) International Covenant on Civil and Political Rights 1966/ICCPR, Pasal 7 European Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms and Its Eight Protocols, Pasal 9 American Convention on Human Rights dan Rome Statute of the International Criminal Court (1998) yang tetap mempertahankan prinsip-prinsip asas legalitas, terutama dalam Pasal 22-24.
Meskipun ketentuan dalam hukum internasional menentukan demikian, bukan berarti tidak ada kecualian, artinya kesempatan untuk memberlakukan asas retroaktif tetap terbuka. Ini terjadi karena ketentuan hukum internasional tersebut di atas memberi kemungkinan untuk melakukan penyimpangan. Ini dapat dilihat dari ketentuan dalam Pasal 28 Konvensi Wina 1969 dan Pasal 28 Konvensi Wina 1986 yang rumusannya sama persis. Kemudian Pasal 64 dan Pasal 53 kedua konvensi itu juga memberi kemungkinan berlakunya asas retroaktif. Ketentuan lain dapat kita lihat dalam Pasal 103 Piagam PBB dan Pasal 15 ayat (2) ICCPR yang merupakan pengecualian terhadap Pasal 15 ayat (1).

Dari praktek hukum pidana internasional, dapat dilihat bahwa asas retroaktif ini diberlakukan terhadap beberapa peristiwa tertentu, yang pada akhirnya praktek ini mempengaruhi pembuatan ketentuan penyimpangan atau pengecualian dari asas non retroaktif pada instrumen hukum internasional. Mahkamah pidana internasional Nuremberg 1946 dan Tokyo 1948 yang mengadili penjahat perang pada Perang Dunia II, International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia(ICTY) dan International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) merupakan contoh penerapan asas retroaktif. Pelanggaran terhadap asas non-retroaktif tersebut merupakan momentum penting, merupakan “benchmark” dalam perkembangan politik hukum pidana pasca Perang Dunia Kedua, sekalipun telah menimbulkan pro dan kontra dikalangan para ahli hukum pidana di seluruh dunia.

Analisis Yuridis
Penolakan terhadap asas retroaktif dipicu dari adanya anggapan bahwa asas retroaktif merupakan wadah dari political revenge (balas dendam politik) sehingga asas retroaktif dikatakan sebagai refleksi dari lex talionios (balas dendam). Larangan akan pemberlakuan asas retroaktif dalam instrumen hukum internasional dan hukum nasional setidaknya menjadi indikator bahwa asas ini masih terbuka untuk diperdebatkan. Larangan mengenai asas retroaktif ini merupakan non derogable rights (hak-hak yang tidak dapat ditangguhkan atau dibatasi (dikurangi) pemenuhannya oleh negara, meskipun dalam kondisi darurat sekalipun) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15International Covenant on Civil and Political Rights yang diratifikasi melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) kecuali memenuhi syarat komulatif yakni:
a. sepanjang ada situasi mendesak yang secara resmi dinyatakan sebagai situasi darurat yang mengancam kehidupan bernegara
b. penangguhan atau pembatasan tersebut tidak boleh didasarkan pada diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau asal-usul sosial,
c. pembatasan dan penangguhan yang dimaksud harus dilaporkan kepada Perserikatan Bangsa Bangsa(PBB).

Pemberlakuan Asas Retroaktif sebaiknya tetap dipertahankan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal tersebut didasari oleh beberapa alasan yakni:
a. Secara yuridis, asas retroaktif dimungkinkan melalui rumusan Pasal 28 J Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang menyebutkan:
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
b. Ketentuan internasional memberikan peluang untuk memberlakukan asas retroaktif, bahkan telah menerapkan asas ini melalui pengadilan ad hoc di Nuremberg, Tokyo dan sebagainya sebagaimana telah diauraikan sebelumnya.
c. Asas retroaktif merupakan senjata untuk menghadapi kejahatan-kejahatan baru yang tidak dapat disejajarkan dengan tindak pidana yang terdapat dalam KUHP ataupun diluar KUHP. Dengan demikian tidak ada pelaku yang dapat lolos dari jeratan hukum.
d. Pemberlakuan asas retroaktif merupakan cerminan dari asas keadilan baik terhadap pelaku maupun korban.
e. Asas retroaktif sangat diperlukan dalam mengadili kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Adapun kualifikasi extra ordinary crime dapat dilihat pada jumlah korban, cara dilakukannya kejahatan, dampak psikologis yang ditimbulkan serta kualifikasi kejahatan yang ditetapkan oleh PBB.
f. Sesuai dengan asas-asas hukum pidana internasional, penolakan terhadap asas retroaktif ini semata-mata hanya dilihat melalui pendekatan hukum tata negara saja tanpa memperhatikan aspek pidana (nasional dan internasional)

»»  Baca Selanjutnya...

Tuesday, December 18, 2012

HUKUM TATA NEGARA



RANGKUMAN HUKUM TATA NEGARA
BAB  I PENGERTIAN HUKUM  TATA NEGARA




A.  Pengertian

Hukum tata Negara dalam arti luas meliputi :
1. Hukum tata usaha Negara/ hukum administrasi / hukum pemerintah

2. hukum tata Negara

Hukum tata Negara dalam arti sempit, ialah Hukum tata Negara
Jadi  kesimpulan hukum tata Negara menurut para pakar adalah: Peraturan-peraturan yang mengatur organisasai Negara dari tingkat atas
sampai bawah,sturktur,tugas&wewenang alat perlengkapan Negara hubungan antara perlengkapan tersebut secara hierarki maupun horizontal,wilayah Negara,kedudukan warganegara serta hak-hak asasnya.

B.   HUBUNGAN HUKUM TATA NEGARA DENGAN ILMU LAIN

1.  Hubungan hukumk tataNegara dengan ilmu Negara

Segi sifat

intinya dari segi itu  ilmu Negara menitik beratkan pada teorinya sedangkan hukum tata Negara adalah pelaksanaannya.

Segi manfaat

Ilmu  Negara merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi dasar teoritis yang bersifat umum untuk hukum tata Negara. Karenanya untuk mengerti hukum tata Negara harus terlebih dahulu memiliki
pengetahuan secara umum tentang ilmu Negara.   Dengan demikian ilmu Negara dapat memberkan dasar teoritis untuk hukum tata Negara positif, da hukum tata Negara merupakan penerapan di dalam kenyataan bahan-bahan teoritis dari ilmu Negara.

2.  Hukum tata Negara dengan ilmu politik

Terbentuknya UU

Terbentuknya UU diisi  dengan kebijakan politik yang ditarik pada waktu penysunanya, kita perhatikan pembukaan UUD, disitu  jelas

akan mengetahui politik suatu Negara. Begitu pula dengan amandemen UUD 45 oleh MPR.

Retifikasi yang dilakukan DPR dalam pembentukan UU, rancangannya dipengaruhi oleh suara wakil rakyat yang ada dalam DPR, sedangkan DPR merupakan wakil dari organ-organ politik.

3.  Hubungan hukum tata Negara dengan hukum administrasi Negara

Dikatakan berhubungan, karena hukum tata Negara dalam arti sempit adalah bagian dari hukum administrasi.

Hukum tata Negara dan hukum administrasi Negara ada perbedaan secara prinsipil ( asasi), karena kedua ilmu tersebut dapat dibagi secara tajam, baik sistematik maupun isinya (C.V.Vollenhoven, JHA. Logeman dan Stellinga)

Hukum tata Negara untuk mengetahui organisasi Negara serta badan lainya, sedangkan hokum administrasi Negara menghendaki bagaimana caranya Negara serta organ-organ melakukan tugas.

Hukum tata Negara dan hokum administrasi tidak ada perbedaan secara prinsipil , melainkan hanya pertimbangan manfaat saja (R. Kranenburg)




C.  CARA PENDEKATAN DALAM HUKUM TATA NEGARA




1)   Pendekatan yuridis formil,

pada asas-asas hukum yang mendasari ketentuan peraturan . contohnya : perundang-undangan tidak boleh menyimpang dari UUD
45

2)   Pendekatan filosofi,

Pada pandangan hidup bangsa. Contohnya: falsafah bangsa Indonesia adalah pancasila

3)  Pendekatan sosiologis,

Pada kemasyarakatan khususnya politis artinya ketentuan yang berlaku hakikatnya merupakan hasil keputusan politis.

4)  Pendekatan historis,

pada sudut pandang sejarah . contohnya kronologis pembuatan




BAB  II SUMBER HUKUM  TATA NEGARA INDONESIA




A.  Pengertian

Sumber hukum adalah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang menimbulkan peraturan yang bersifat memaksa dan memiliki sanksi yang tegas dan nyata.

Sumber hukum tata Negara di Indonesia adalah: segala bentuk dan wujud peraturan hukum tentang ke tata negaraan yang beresensi dan bereksistensi di Indonesia dalam suatu system dan tata urutan yang telah di atur.

1.  Sumber hukum formil,

adalah sumber hokum yang dikenal dalam bentuknya, yaitu merupakan ketentuan ketentuan yang telah mempunyai bentuk formalitas, dengan kata lain  sumber hukum yang penting bagi pakar hokum. Sumber hukum formil meliputi :

a.  UU

b. Kebiasaan dan adat

c.   Perjanjian antara Negara (traktat)

d. Keputusan hakim (yudisperdensi)

e. Pendapat/ pandangan para ahli  (dokrin)



2. Sumber hukum materil

Adalah sumber hukum yang menentukan “isi”  hukum, diperlukan jika akan menyediakan asal-usul hukum dan menentukan isi hokum.

Pancasila disebut juga sebagai sumber hukum dalam arti materil, karena:

a. Pancasila merupakan pandangan hidup dan falsafah Negara

b.  Pancasila merupakanjiwa dari setiap peraturan perUU atau semua hukum.

c.   Pancasila merupakan isi dari sumber tertib hokum, artinya

d.  Bahwa pancasila adalah pandangan hidup, kesadaran dan cirta-cita hukum serta moral yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari rakyat Negara Indonesia.

Adapun menifer sumber dari segala hokum bagi rakyat Indonesia meliputi :

1. Proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945

Dilahirkan UUD45 sebagai dasar tertulis, yang terdiri dari pembukaan, batang tubuh serta peraturan peralihan UUD 45

Pasal III

2. Dekrit presiden 1959

Merupakan sumber bagi berlakunya kembali UUD 45, yang dikeluarkan berdasarkan hokum darurat Negara.

Dalam masa ini lahirlah piagam Jakarta (22 juli 1945), hukumnya bersumber pada dukungan rakyat Republik Idonesia. Adanya dekrit ini dikarenakan pemerintahan masa itu  yang menganut system liberal yang bertentangan dengan dasar dari pancasila yang menganut system demokrasi terpimpin. Adapun isi dari dekrit itu  ialah:

1. Bubarkan konstituante

2. Kembali ke UUD 45 dan tidak berlakunya UUD S 50

3. Pembentukan MPRS dan DPRS

3. UUD proklamasi

Merupakan perwujudan dari tujuan proklamasi dan merupakan tujuan dari NKRI yang terdiri atas adanya pembukaan , batang tubuh UUD 45

4.  Surat perintah 11 maret 1996 ( super semar )
keluarnya super semar ini karena adanya penyimpangan dan penyelewengan jiwa  dan ketentuan UUD 45 yang berlandaskan ideal dan stuktural revolusi Indonesia sejak berlakunya kenbali pada tanggal 5 juli 1959, tindakan yang dilakukan atas keluarnya supersemar ini adalah, pembubaran pki dan ormas-ormasnya
dan Pengamanan beberapa mentri pada 18 maret 1966.




BAB  III konstitusi

A.  Pengertian

Konsititusi adalah keseluruhan system ketata negaraan suatu Negara, yaitu berupa kumpulan peraturan yang membentuk , mengatur atau memerintah Negara.

Jadi  konstitusi

dalam arti luas, Adalah keseluruhan dasar atau hkum dasar yang tertulis atau pun tidak ataupn campuran.

Dalam arti sempit , adalah piagam dasar (UUD) yaitu dokumen lengkap mengenai peraturan dasar Negara misalnya UUD RI 1945, konstitusi USA1787.

B.  PEMBAGIAN DAN KLASIFIKASI KONSTITUSI

1. Konstitusi   absolute ( absolute begrif der verfassung )

2.  Konstitusi relative    ( relative begrif der verfassung )

3. Konstitusi   positif     ( positive begrif der verfassung )

4.  Konstitusi   ideal        ( ideal  begrif der verfassung )




1. Konstitusi   absolute, dibagi dalam :

Konstitusi sebagai kesatuan organisasi yang nyata yang mencangkp bangunan hokum

Konstitusi sebagai bentuk Negara dalam arti keseluruhan ( bentuk
Negara demokrasi )

Konstitusi sebagai factor integritas, bersifat abstrak dan fungsional . contohnya bendera sebagai lambing Negara

Konstitusi sebagai system tertutup dari norma hokum, jadi konstitusi adalah norma dasar sebagai sumber hokum bagi norma lainnya.

2. Konstitusi dalam arti relative

Adalah konstitusi untuk golongan tertentu. Konstitusi ini di bagi kedalam:

Konstitusi sebagai tuntutan dari golongan borjuis liberal

Konstitusi sebagai arti rormal tertulis ( berhubungan supaya hak- hak tidak dilanggar oleh pengasa)

3. Konstitusi dalam arti positif

Adalah putusan yang tertinggi berhubungan dengan pembuatan UUD
yang menentukan nasib seluruh rakyatnya.

Yaitu proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945

4.  Konstitusi dalam arti ideal

Adalah konstitusi yang berisi jaminan bagi rakyatnya agar hak- haknya dilindungi.

C.  Nilai  konstitusi

1. Nilai  normatif, di dapat jika penerimaan segenap rakyat suatu Negara oleh konstitusi benar-benar secara murni dan konsekwen.

2. Nilai  nominal, adanya batasan masa berlakunya suatu konstitusi.
Contohnya,  PPKI

3. Nilai  sematik, konstitusi hanya sekedar istilah. Contohnya, UUD 45 masa orde baru hanyalah di gunakan untuk alat pemuas penguasa , tidak di jalankan secara sungguh-sungguh.

D.  Sifat konstitusi

1. Formil dan materil

Formil adalah konstitusi yang tertulis dalam suatu ketata negaraan, konstitusi ini dapat berfungsi atau bermakna jika telah berbentuk naskah tertulis dan diundangkan. Contohnya, UUD 45

Materil adalah konsyitusi yang dilihat dari segi isinya

2.  Flexible ( flexsible conctitution ) dan rigid ( rigid concituation  )
dikatakan flexible jika memiliki ciri:

Elastic, karena dapat dengan mudah menyesuaikan diri
Diumumkan dan di ubah dengan cara yang sama seperti UU Menurut   MOH. KUSNARDI dan HARMAILY IBRAHIM dikatakan flexsible
dan rigid :
- cara mengubah konstitusi

-    Apakah konstitusi mudah atau tidak mengikuti zaman ( dinamis)

3. Tertulis dan tidak tertulis




E.  Perubahan konstitusi

1. Perubahan konstitusi, menurut C. F. Strong a. Kekuasaan legislative
Perubahan konstitusi dengan cara ini dilakukan dengan syarat :

1. Dalam siding perubahan konstitusi harus di hadiri oleh minimal 2/3 atau 2/4 dari jumlah anggota dan perubahan konstitusi dianggap sah jika usulan perubahan di stujui oleh suara terbanyak ( 2/3).

2.  Sebelum perubahan dilakukan, lembaga perwakilan rakyat di bubarkan, lalu  diadakan pemilu yang baru dan lembaga

perwakilan rakyat yang baru ( sebagai konstituante ) yang melakukan perubahan konstitusi.

3. Untuk melakukan perubahan DPR dan MPR melakukan siding gabungan, sah jika di setujui oleh 2/3 dari anggotanya.

b.    Oleh rakyat melalui referendum

Perubahan konstituante dengan pendapat langsung dari rakyat. Pendapatnya berupa : referendum, plebisit dan popular vote.

Contohnya : referendum di prancis. c.       Oleh Negara bagian
Terjadi hanya pada Negara federal karena pembentukan Negara federan dilakukan oleh Negara –negara yang membentuknya dan kostitusi adalah bentuk perjanian.

d. Dengan konversi ketata negaraan

Terjadi jika untuk merubah konstitusi harus adanya badan khusus. Contohnya untuk merubah UUD 50, dibentuk majelis perubahan UUD.

e. Menurut K.C W heare, perubahan konstitusi melalui 4 cara :
1. Some primary forces ( dengan orang-orang yang berpengaruh )

2. formal amendement ( sesuai  UU)

3. iudicial interpretation ( penafsiran hokum )

4. usage and custom ( kebiasaan dan adat istiadat kenegaraan )




BAB  IV SEJARAH  HUKUM  TATA NEGARA DI INDONESIA




A.  Proklamasi kemerdekaan Indonesia

1. Arti proklamasi kemerdekaan Indonesia :
- lahirnya Negara kesatuan

-    Puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan

-    Titik  tolak dari pada pelakasanaan amanat penderitaan rakyat.

2. Lahirnya pemerinatahan indoensia

-      Lahirnya bangsa Indonesia diawali dengan didirikanya BPPK pada tanggal 29 april 1945, di dalam masa berdirinya badan ini dapat menghasilkan rancangan UUD  (16 juli 1945)

-       PPKI terbentuk pada tanggal 9 angustus 1945, pada masa terbentuknya PPKI menghasilkan :

1. Sidang I ( 18 agustus 1945 ) Pembentukan UUD 45
UUD 45

Memilih soekarno sebagai presiden dan mohamat hatta sebagai wakil presiden

Adanya   komte nasional, sebagai pembantu presiden

2.  Sidang II ( 19 agustus 1945)

Pembentukan 12 departemen pemerinatahan

Pembagian wilayah Indonesia ke dalam 8 propinsi dan adanya kebijakan daerah

3. Adanya pembentukan batang tubuh dan penjelasan resmi UUD
45

B.  Sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia

1.  Periode 17 agustus 1945 - 27 desember 1949

Pada periode ini yang berdaulat adalah rakyat dengan di wakili oleh
MPR.

Ø   Wewenang MPR :

Menetapkan UUD dan GBHN Memilih dan mengangkat presiden Mengubah  UUD

Ø   Wewenang presiden

Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR Presiden tidak dapat membubarkan DPR
Perubahan praktek ketata negaraan meliputi :

Presiden dan wapres di pilih  oleh PPKI

Sistem presidensil lalu  berubah lagi  menjadi system multi partai

KNIP ikut menentukan GBHN dengan presiden

KNIP dengan presiden, menentukan UU tentang urusan pemerintah

Dalam menjalankan tugas KNP digantikan oleh sebuah badan yang bertanggung jawab kepada KNIP

2. Periode 27 desember 17 agustus 1950

Dalam masa periode ini dapat terbentuknya : Adanya KMB
Adanya piagam penyerahan kedaulatan

Status UNI

Persetujuan perpindahan

Terbentuknya RIS

3. Periode 17 agustus 1950 5 juli 1959

Adanya UUD RIS

Presiden sebagai kepala tertinggi baik dalam Negara maupun dalam hal  pemerintahan

Adanya dekrit presiden

4. Periode 5 juli 1959 sekarang

a. Masa 5 juli 1959 11 maret 1966

Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala Negara

DPR gotong royong Adanya MPRS Adanya DPAS
Kembali pada UUD 445

Adanya surat 11 maret 1966 ( supersemar) yang berisikan :
- kembali pada UUD 45,

- bubarkan ormas PKI

- turunkan harga.



b. Masa 11 Maret 1996 oktober 1999

Zaman orde baru, banyaknya terjadi praktek KKN Transisi menuju demokrasi
c.   Masa 11 maret sekarang

Zaman reformasi

Lahirnya amandement 45

Adanya peraturan dasar hokum pemilu

Adanya Perlindungan HAM




BAB  V BENTUK  DAN  SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA




A.  pengertian Bentuk Negara         menggambarkan dasar dasar Negara, susunan dan tata tertib Negara, organ tertinggi dalam Negara, kedudukan masing-masing organ dalam kekuasaan Negara “melukiskan bekerjanya organ tertinggi”.

B. Bentuk bentuk Negara

1.  Negara kerajaan ( monarchie ), dengan system antara lain  :

a.  System absolute, contohnya: raja pilip II di spanyol b.  System terbatas , contohnya : inggris
c.   System kostitusional ( parlement DPR”), contohnya: kerajaan belanda




2. Negara republic, ialah negara pemerintahan rakyat yang dikepalai dengan kepala Negara yang dipilih dengan masa jabatan   4  tahun. Dengan system antara lain  :

a. System referendum ( rakyat secara langsung ), contohnya: yunani, romawi kuno

b. System parlementer, contohnya : Indonesia c.    System presidensil, contohnya: Indonesia
3. Aristokrasi ( oligarki )

Pemegang kekuasaan dipimpin oleh golongan berkuasa, bangsawan

4. Demokrasi, ialah suatu Negara dengan pemerintahan yang pimpinan tertinggi ditangan rakyat

a.  Demokrasi langsung

b. Demokrasi tak langsung

5. Autokrasi

Suatu Negara yang autokrasi terpimpin (autroritaren fuhrerstaata/ autoritihre) dipimpin oleh kekuasaan Negara, berdasarakan atas pandangan autoriteit Negara.




D.Susunan pemerintahan

1.  Negara kesatuan ( unisetarisme ), negara yang bersusunan tunggal

Ialah Negara yang merdeka dan berdaulat, dimana diseluruh Negara yang berkuasa hanyalah suatu pemerintah.

Macam-macam Negara kesatuan :

a. Negara kesatuan sentralistik

Dimana segala urusan diatur oleh pemerintah pusat. Contohnya :
jerman di bawah kekuasaan hitler b. Negara kesatuan desentralisasi
Dimana kepada daerah-daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus daerahnya. Contohnya : RI dengan daerah swatantra.

2. Negara serikat

(federasi), budesstaat, Negara yang berursusunan jamak

3. Perserikatan Negara-negara

Negra atau gabungan Negara-negara atau bentuk kenegaraan atara lain:

a. Serikat Negara

b. Negara uni, yaitu

-    Uni personil ( personele unie )
-        uni  riil ( reele  unie )

c.   Negara di bawah pengawasan, yaitu

- protektorat colonial

- proktorat internasional d. koloni
e. mandate

f. perwakilan

4. PBB

5. dominion

E.          sisten pemerintahan

1. presidensil

a. latar belakang timbulnya

timbul dari bentuk Negara monarchi yang kemudian mendapat pengaruh dari pertanggung jawaban menteri.

Sehingga fungsi raja merupakan factor stabilitasis jika terjadi perselisihan antara eksekutif dan legistalif. Misalnya kerajaan inggris, perancis dan belanda.

b. keuntungan

penyelesaian antara pihak eksekutif dan legislative mudah dapat tercapai.

c.           kelemahan

1. pertentangan antara eksekutif dan legislative bisa sewaktu-waktu terjadi menyebabkan cabinet harus mengundurkan diri,  dan akibatnya pemerintahan tidak stabil.

2. sebaliknya, seorang prsiden dapat pila  membubarkan legislative

3. pada system parlement dengan multi partai ( cabinet koalisi ) apabila terjadi mosi tidak percaya dari beberapa parpol, sering terjadi pertukaran ( pergantia kabinet )

2. persidensil

a. latar belakang timbulnya

timbul dari keinginan untuk melepaskan diri  dari dominasi kekuasaan raja, dengan mengiki\uti ajaran montersquieu dengan ajaran tiras politika. Misalnya, Negara USA timbul sebagai kebencian atas raja George II ( inggris)

b. keuntungan

pemerintahan untuk jangka waktu yang ditentukan itu  stabil c. kelemahan

1. kemungkinan terjadi bahwa apa yang ditetapkan sebagai tujuan
Negara, menurut eksekutif bisa berbeda dari pendapat legislative.

2. untuk memilih presiden dilakukan oleh masa jabatan yang tidak sama, sehingga perbedaan- perbedaan yang timbul pada para pemilihan dapat mempengaruhi sikap dan pandangan lembaga itu berlainan.

3. qualisi, pada system pemerintahan ini di bagi menjadi dua bagian. Yaitu
:

a. qualisi parlementer b. qualisi persidensil
4. referendum

a. referendum obligator

yaitu jika keputusan rakyat mutlak harus diberikan dalam pembuatan suatu peraturan UU yang mengikat rakyat seluruhnya, karena sangat penting.

b. Referendum fakulatif

yaitu jika persetujuan dari rakyat dilakukan terhadap UU biasa, karena kurang pemting

F Bentuk Negara Indonesia adalah republic”

G.    system pemerintahan Indonesia, menurut UUD 45

1. system pemerintahan pra amandemen UUD 45 ialah system presidensil

2. system pemerintahan pasca amandement UUD 45 ialah system presidensil, dengan perubahan :
- presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat

- presiden tidak bertanggung jawab kepada MPR




BAB  VI KELEMBAGAAN NEGARA INDONESIA

A.  Konsep dasar Negara hokum

Dewasa ini Negara hokum modern di bagi menjadi :
a. Negara hokum eropa continental

Negaa hokum ini di pelopori oleh Kant dan Fichte, yang mengemukakan paham liberalism yang menentang kekuasaan absolute dari para raja.

Dalam paham ini menghendaki tidak adanya campur tangan pemerintah secara langsung terhadap penyelenggaraan kepentingan rakyat, pemerintah hanya mengawasi dan bertindak apabila terjadi perselisihan antara anggota masyarakat dalam menyelenggarakan kepentinganya, sehingga sikap pemerintah menjasi pasif.

Menurut Kantnegara hokum memuliki 4 unsur :
1.   Adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia

1. Adanya pemisahan kekuasaan dalam Negara

2. Setiap tindakan Negara harus berdasarkan UU yang telah di buat sebelumnya

3. Adanya peradilah administrasi yang berdiri sendiri untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.

b.Negara hokum anglo saxon

Negara yang menganut apa yang disebut dengan the rule of law  / pemerintahan oleh hokum. Contoh Negara yang menganut system ini adalah inggris.

3 unsur the rule of law  :

1. Adanya supermasi hokum, artinya kekuasaan tertinggi dalam
Negara ialah hokum

2. Persamaan kedudukan di mata hokum

3. Perlindungan HAM

c. Negara hokum RI

Negara dapat dikatakan Negara hokum jika memiliki 4 syarat :adanya pengakuan HAM, adanya pembagian kekuasaan, pemerintah berdasarkan UU , peradilan administrasi. Indonesia sendiri menganut konsep hokum continental, yang manganut asas rechlsstsst continental dan asas rule of low. Bukti Indonesia sebagai  Negara hokum :

-     penjelasan UUD 45

Indonesia adalan Negara yang berdasarkan hokum dan bukan
Negara yang      berdasarkan kekuasaan belaka”

-     pasal 1 ayat 3

Negara Indonesia adalah Negara hokum”

Jadi  substansi tentang konsep Negara hokum adalah:
a.  Adanya paham konstitusi
b. system demokrasi kedaulatan rakyat
B . asas pembagian kekuasaan

Menurut Montesquieu pembagian kekuasaan di bagi dalam trichotomy/
tiras politica

-    Legislative

-    Eksekutif

-    Yudikatif

Sedangkan di Indonesia itu  tidak menganut pemisahan kekuasaan melainkan menganut pembagian kekuasaan sebagai berikut :

1. Pada dasarnya UUD 45 mengenal pembagian kekuasaan

2. UUD 45 membagi menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai perUU

3. Kekuasaan yudikatif dadalah badan yang bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif dan legislative

C. Stuktur kelembagaan Negara

a. struktur kelembagaan sebelum perubahan UUD 45


b. struktur kelembagaan Negara setelah perubahan UUD 45




1. Lembaga legislative a.  MPR
Jumlah anggota MPR 700 orang, terdiri dari 500 DPR, 135 DPD I,
65 utusan golongan

Tugas dan wewenang:
- mengubah dan menetapkan UUD

-    Menetapkan GBHN

-    Nelantik presiden dan wakilnya

-      Memberhentikan prsiden dan wakilnya dalam masa jabatan menurut  UUD

-      Memilih wapres dari 2 calon yang di ajukan presiden jika ada kekosongan wapres

-    Memilih presiden dan wakilnya jika ada kekosongan jabatan

-    Menetapkan peratutan tata tertib dari kode etik MPR

b.  DPR

Berjumlahkan 500 orang anggota, 462 orang anggota partai politik hasil pemilu, 38 orang  ABRI

Tugas dan weweanang

-    Membentuk UU

-      Setiap RUU di bahas oleh DPR dan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama, jika RUU tidak mendapatkan persetujuan maka tidak dapat di ajukan pada siding DPR masa itu

-    Menyatakan perang, membuat perdamaian , perjanian

-    Menetapkan PerUU, sebagai pengganti UU

-    Pengankatan hakim agung

-    Pengankatan dan pemberhentian  komisi yudisial

-    Memperhatikan pemberian amnesi dan abolisi

-      Memilih anggota BPK Hak
-      Hak  interpelasi, yaitu hak untuk meminta keterangan tentan kebijakan pemerintah

-    Hak  angket, yaitu hak menyelidiki kebijakan pemerintah

-    Hak  mengatakan pendapat c.   DPD
Jumlah anggotanya 1/3 jumlah DPR Tugas dan wewenang:

-    Mengajukan RUU tentang otonomi daerah kepada dpr

-    Ikut membahas RUU tentang otonomi daerah

-      Memberikan pertimbangan kepada DPR tentang RUU APBN dan RUU yang berkaiatan dengan pajak, pendidikan dan agama

-      Menerima hasil pemeriksaan keuangan dari BPK, sebagai bahan pertimbangan kepada DPR tentang RUU, yang berkaitan dengan APBN

-      Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/ wakilnya kepada presiden melalui metri dalam negri bagi DPRD provinsi dan mentri dalam negri melalui gubernur bagi DPRD kabupaten/ kota

-      Memilih wakil kepala daerah dalam hal  terjadi kekosongan pemerintahan daerah terhadap rencana perjajian internasional daerah

-      Memberikan persetujuan terhadap pertanggung jawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

-    Membentuk panitia pengawasan pemilu daerah

-      Mlakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dlam penyelenggaraan pemilu

-      Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dndengan pihak ketiga yang membebani masyarakat daerah.




2. Lembaga ekekutif a. Presiden
Syarat :
- mampu secara jasmani dan rohani, bertakwa kepada tuhan, setia pada pancasila dan UUD dan cita-cita proklmasi

- WNI, tidak berhianat kepada Negara, tinggal di NKRI, telah di audit kekayaanya, tidak memiliki hutang, tidak sedang pailit,

tidak di cabut hak pilihnya, tidak berbuat yang tercela, terdaftar sebagai terpilih, ada NPWP,  ada riwayat hidup, belum menjadi presiden dan wakil presiedn selama 2 kali  masa periode, tidak pernah di penjara karena maker,minimal 30 th, bukan bekas PKI, tidak pernah di penjara lebih dari 3 tahun.

Tugas dan wewenang:

-      Memiliki keusaan legislative ( pasal 5ayat 1, pasal 21 ayat 2, pasal 22 ayat 1, pasal 23 ayat 2)

-    Memiliki kekuasaan yudikatif

-    Membentuk perpemerintahan

-    Membentuk UU tentang peraturan lembaga tinggi Negara

-      Berperan Sebagai kepala Negara ( pasal 10 , pasal 11 ayat 1, pasal 12, pasal 13 ayat 1,2 dan 3, pasal 15, pasal 16, pasal
17 ayat 2 dan 1)
b. Wakil  presiden

Tugas dan wewenang:
-membantu presiden dalam melakukan tugasnya

-    Membantu presiden

-    Memperhatikan masalg tentang kesejahtraan rakyat

-      Melakukan pengawasan oprasional pembangunan dengan bantuan departemen
c.   Mentri
3. Lembaga yudikatif a. MA

Berjumlah 60 orang

Tugas dan wewenang:
- menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hokum

-    Mengadili tingkay kasaki

-    Menguji perUU

-    Memeriksa dan merumuskan permohonan PK

-      Memberikan pertimbangan hokum kepada presiden dalam pemberian grasi dan rehabilitasi

-    Melakukan pengawasan terhadap peradilan

-    Memutuskan permohonan kasasi

-    Menguji perUU

-      Sebagai pengawas bagi penasehat hokum dan notasris, bersama-sama dengan presiden.




b. MK

-      Mengadili pada siding pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final

-    Memutuskan sengketa kewarganegaraan

-    Memutuskan pembubaran parpol

-    Memutuskan perselisihan tentang pemilu




c.   KY

-    Melakukan pendaftaran calon hakim agung

-    Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung

-    Menetapkan calon hakim agung

-    Mengajukan calon hakim agung ke DPR



4. Lembaga eksaminatif a. BPK
-    Memeriksa tanggung jawab tentang keuangan Negara

-    Memeriksa pelaksanaan APBN

VII PEMERINTAH DAERAH




A.  Pendahuluan

Dalam sisitem pemerintahan daerah di kenal adanya dua asas yaitu, asas sentralisasi dan asas desentralisasi (kebijakan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ntuk menjalankan segala kegiatan yang berkaitan tentang daerah tersebut).

Pasal 29 ayat 2 UU no. 32/2004, mengenai alas an berhentinya kepala dan wakil daerah :
1. Meninggal dunia

2. permintaan sendiri

3. diberhentikan, dengan alasan:

a. berakhir masa jabatan dan telah di lantik pejabat baru

b. tidak dapat menjalankan tugas berturu-tururt selama kurun waktu 6 bulan

c. tidak lagi  memenuhi syarat sebagai kepala  atau wakil kepala daerah d. melanggar janji jabatan sebagai kepala atau  wakil kepala daerah
e. tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala atau  wakil kepala daerah
f. melanggar larangan bagi kepala atau  wakil kepala daerah sedangkan cara pemberhentiannya, dilakukan dengan cara:
1. Pemberhentian melalui keputusan DPR semata, karena

-    meninggal,

-    keputusan sendiri,

-    berakhir masa jabatan dan telah di lantik pejabat baru

-    tidak dapat menjalankan tugas berturu-tururt selama kurun waktu
6 bulan

-    mengalami krisis kepercayaan public yang meluas

Dalam pelaksanaanya jika ternyata terbukti sesuai dengan salah satu alasan dari pemberhentian di atas DPR merapatkannya lalu  di umunkan hasil keputusannya, atau dapat juga dilakukan dengan cara di adakannya hak angket oleh anggota DPR.

2. Pemberhentian melalui pertimbangan MA, karena

-  Melanggar janji jabatan sebagai kepala atau wakil kepala daerah

- Tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala atau wakil kepala daerah




3. Pemberhentian langsung oleh prsiden, karena

- Melanggar larangan bagi kepala atau wakil kepala daerah

Pasal 157 UU no  32/2004 menyatakan APBN ini berasal dari tiga sumber pendapatan, yaitu:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari:
a. hasil pajak daerah

b. hasil retribusi daerah

c.   hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. DLL yang sah
2. Dana Perimbangan (Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentalisai) yang terdiri dari: a. dana bagi hasil

b. dana alokasi umum c. dana alokasi khusus

3. Pendapatan daerah lainnya yang sah




B.  Pemerintah daerah  dalam prespektif sejarah

1. Otonomi daerah berdasarkan UU no.1 th 1945

Komite nasional daerah menjasi badan perwakilan rakyat daerah, yang bersama-sama dengan dan dipimpin oleh kepala daerah menjalankan pekerjaan mengatur pemerintahan pusat dan pemertintahan daerah yang lebih luas dari padanya”.

2. Otonomi daerah berdasarkan UU no  22 th 1948

penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan UU no  22 th 1948, daerah memiliki 2 macam kekuasaan yaitu otonomi dan tugas pembantuan. Kekuasaan yang diserahkan kepada pemerintah daerah dilakukan melalui 2 bentuk, yaitu:
a. penyerahan penuh, artinya baik tentang asasnya (prinsip) maupun tentang caranya menjalankan kewajiban ( pekerjaan) yang diserahkan itu, diserahkan semuanya kepada daerah ( hak otonom)

b. penyerahan tidak penuh, artinya penyerajan harusnya mengenai cara menjalankan saja, sedangkan prinsip-perinsipnya (asas) ditetapkan oleh pemerintah puast sendiri.

3. Otonomi daerah berdasarkan UU no  18 th 1965

Asas desentralisasi yang berdasarkan system rumah tangga nyata

4.  Otonomi daerah berdasarkan UU no  5 th 1974

Penjelasan umum UU no  5 th 1974, juga menjelaskan tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu:

a.  Agar daerah yang bersangkutan dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri

b. Untuk meningkatkan adanya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayaran terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan

c.   Memberikan wewenang kepada daerah untuk melaksanakan berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya

5.  Otonomi daerah berdasarkan UU no  22 th 1999

Merumuskan 3 ruang lingkup interaksi yang utama, yaitu:
a. bidang politik, yaitu sebagai sebuah proses untuk membentuk ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara  demokratis, memgungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah yang respontive

b.bidang ekonomi, yaitu terbentuknya peluang bagi pemerintag daerah mengembangkan kebijakan regional dan local untuk mengoptimalkan pendayagynaan potensi ekonomi daerah.

c. bidang social, yaitu menciptakan kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika kehidupan disekitarnya.

C.  Pemerintah daerah menurut UU no. 32 tahun 2004 (pemda)

Disahkan tanggal 15 oktober 2004, menggantikan UU no  22 tahun 1999 hal yang mendasar dalam pemda adalah mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan mengembangkan peran dan fungsi DPRD serta mekanisme pemilih kepala daerag yang lebih demokrastis.

D.  Pemilihan kepala daerah

Dalam pelaksanaan pelilihan kepala daerah dapat dilakukan dengan 2 macam cara, yaitu pemilihan secara langsung yang dilakukan oleh rakyat dan pemilihan tak langsung yang di laukan oleh DPRD.






VIII KEWARGANEGARAAN




A.  Penghuni Negara

-      Warga Negara, yaitu setiap orang yang memiliki ikatan hokum dengan pemerintah Negara tesebut.

-    Orang asing, yaitu warga Negara asing yang tinggal di Negara tertentu

-    Pribumi, yaitu penduduk asli  Negara tersebut

-      Warga Negara keturunan asing , yaitu warga Negara yang telah menjasi warga Negara asing

B.  Asas-asas kewarganegaraan
1. Naturalisasi ialah suatu cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan suatu negara

2. ius  sanguinis adalah asa yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut kewarganegaraan orang tua” tanpa dilihat dimana ia dilahirkan.

3. ius  soli adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai
kewarganegaraan menurut tempat dimana ia dilahirkan

C.  Masalah kewarganegaraan

1. Dwi kewarganegaraan (bipatride)

Dapat terjadi jika negara orang tua si anak menganut system ius
sanguinis dan si anak di lahirkan di Negara yang menganut system ius  soli

2. Tanpa kewarganegaraan (apartude)

Dapat terjadi jika si anak lahir di Negara penganur ius  sanguinis dan
Negara orang tuanya menganut ius sol

D.  Sejarah kewarganegaraan

1. Zaman belanda

a. Kaula Negara belanda orang belanda

b. Kaulanegara bukan belanda tapi termasuk bumi putra

c.   Kaulanegara belanda bukan belanda, tapi bukan bumi putra, seperti
Cina dan india

2. Zaman proklamasi

menurut UU no  3 tahun 1946

a. Orang yang asli dalam daerah Negara Indonesia

b. Orang yang lahir, bertempat kediaman dan kedudukan di WNI

c.   Anak yang lahir, di dalam wilayah Negara inodnesia

Pasal 1 (A),(B)

a. WNI dalam daerah Negara Indonesia

b. Orang peranakan yang lahir dan tinggal minimal 5 tahun berturut- turut dan berumur 21 tahun kecuali ia menyatakan keberatan menjadi WNI

3. KMB

a. Orang belanda yang tinggal di Indonesia minimal 6 bulan sebelum 27 desember 1949

b. Orang Indonesia asli

c.   Orang eropa dan timur asing

4. Berdasarkan UU no  60 th 1958

a. Mereka yang berdasarkan UU/ peraturan / perjanjan yang terlebih dahulu berlaku

b. Mereka yang memenuhi persyaratan dalam UU E.  Masalah kewarganegaraan asing
Masalah lain  dalam hubungan orang asing adalah tentang perkawinan campuran, yaitu: perkawinan antara dua orang berbeda kewarganegaraan.

Dengan perbedaan hokum menyebabkan beberapa macam perkawinan campuran, yaitu:

1. Perkawinan campur antara golongan (intergentil)

Perkawinan antara 2 orang yang saling berbeda kewarganegaraan

2. Perkawinan campur antara tempat (intrelocaal)

Perkawinan antara orang –orang Indonesia asli  dari masing-masing lingkungan adat yang berbeda, misalnya orang minang dengan jawa

3. Perkawinan campur antara agama (interreligious)

Berkaitan dengan status istri dalam perkawinan campuran, terdapat 2 asas:

1. Asas mengikuti

Sang istri mengikuti status suami baik pada waktu perkawinan dilangsungkan maupun kemudian setelah perkawianan berjalan.hal ini dilakukan supaya terdapat keadaan harmonis dalam keluarga diperlukan kesatuan yuridis maupun dalam jiwa  perkawinan, yaitu kesatuan lahir dan batin. Kesatuan hokum dalam keluarga ini tidak bertentangan dengan prinsip persamaan antara suami dan istri. Negara yang mengikuti asas ini belanda, belgia, perancis, yunani, itali, libanon dan lainnya.

2. Asas persamarataan

Perkawinan sama sekali tidak mempengaruhi kewarganegaraan eseorang, dalam arti mereka masing-masing (suami-istri) bebas menentukan sikap dalam menentukan kewarganegaraan asal sekalipun sudah menjadi
suami-istri. Negara yang menpergunakan asas ini di antaranya: Australia, Canada, Denmark, Inggris, jerman, Israel, swedia dan birma.

IX PEMILU

A. Fungsi  pemilu

-    Pembentukan legislative, penguasa dan pemerintah

-    Pembentukan politik rakyat

-    Sirkulasi elit  politik

-    Pendidikan politik

B.  Tujuan pemilu

-    Memungkinkan terjadinya peralihan pemerintah secara aman dan tertib

-    Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat

-    Dalam rangka melakukan hak-hak asasi warga Negara

-    Membentuk konsep demokratisliberal

-    Melegitimasikan system politik

-    Mengabsahkan kepemilikan politik

-    Unsure pokok partisipasi politik di Negara demokrasi barat

C.  Ciri-ciri pemilu

-    Diselenggarakan secara regular

-    Pilihan yang benar-benar berarti

-    Kebebasaan mengetahui dan mendiskusikan pilihan-pilihan

-    Hak  pilih  orang dewasa yang universal

-    Perlakuan yang sama dalam pemberian suara

-    Pendaftaran pemilih yang bebas

-    Penghitung dan pelapioran yang tepat

D.  System pemilu

1. Sistem pemilihan mechanis

System yang mengutamakan individu sebagai pengenal hak pihak aktif dan memandang rakyat sebagai suatu masa individu yang masing- masing mengeluarkan satu suara dalam setiap pemilihan

2. System proposional

System dimana persentasi kursi di badan perwakilan rakyat yang di bagi pada tiap-tiap partai politik, disesuaikan dengan persentasi jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik itu.

3.  System organic

Pemilihan diselenggaarakan dan dopimpin oleh tiap-tiap persekutuan datau golongan hidup dalam lingkungan sendiri

E.  Pemilu dalam lintas sejarah

1. Pemilu berdasarkan UUDS 50

Pemilu pertama ini masih menganut pemilihan tidak langsung hal  ini dikarenakan masih banyaknya orang idnonesia yang buta huruf dan tidak adanya perUU khusus mengenaip pemilu.

Pemilu diadakan 2 kali  yaitu yang pertama pemilu untuk memilih anggota
DPR dan yang kedua untuk memilih konstituate.

Pada pemilu awal ini diikuti oleh lebih dari 30 partai politik

2. Pemilu berdasarkan UUD 45

Pemilu yang berdasarkan kebebasan, tidak dipakai lagi  karena anggota
DPR diangkat khusus bagi anggota ABRI. Anggota DPR sendiri berjumlah
460 orang, 360 hasil dari pemilu, 100 anggota ABRI, 75 orang golongan lain. Pembagian kursi pemilu :
a. partai di bagi dengan kiesautient

b. jika ada partai yang stembus accord, maka jumlah sisa partai di bagi dengan kiesautient

c. jika masih ada sisa kursi diberikan kepada parpol

3. Pemilu 2004

a.  Pada system pemilu ini dilaksanakan dalam 2 sistem terbuka yaitu

1. System proposional dengan caleg terbuka

System proposional merupakan system pemilu, dimana jumlah kursi yang diperoleh suatu parpol peserta pemilu berbanding lurus dengan perolehan suatu parpol tersebut. Sedangkan daftar caleg terbuka artinya melalui pemilu, pemilih dapat menentukan secara langsung calon yang diinginkan. System ini digunakan untuk memilih anggota DPR/DPRD. Aapun caranya yaitu dengan memilih tanda gambar parpol dan nama calon anggota DPR/DPRD; kertas kuara yang akan dicoblos meliputi tanda gambar parpol dan nama caleg; derta tiap daerah karena calegnya berbeda;

2. System distrik berwakil banyak

System distrik berwakilan banyak menunjukan bahwa suatu wilayah distrik (provinsi) memiliki lebih dari satu wakil, yakni jumlah anggota DPD untuk setiap propinsi ditetapkan 4 orang system ini digunakan untuk memilih DPD, caranya yaitu memilih calon anggota DPD;  kertas suara berupa foto gambar calon.

b. Mekanisme pemilu

Lembaga penyelenggara pemilu ialah KPU, yang terdiri dari KPU pusat dengan anggota 11 orang dan KPU provinsi , KPU kota/ kabupaten, yang masing-masing beranggotakan 5 orang, sedangkan KPPS beranggotakan 3 orang.

Adapun tahapan penyelenggaraan pemilu 2004 adalah:
1. Tahapan sosialisasi

Tahapan pertama, untuk membangun pemahaman calon pemilih terhadap terjadinya perubahan fundamental

Tahapan kedua difokuskan ada informasi dan tata cara teknis pencoblosan surat suara

Tahap ketiga di fokuskan pada sosialisasi pemilihan presiden

2. tahapan pelaksanaan

Tahapan pertama pemilu legislative

Tahapan kedua memilih prsiden, meliputi 2 putaran

Putaran pertama pemilihan pasangan calon presiden dan wapres
, di lanjutkan dengan tahapan selanjutnya jika tidak ada

pasangan calon presiden/ wapres terpilih pada emungutan putara pertama dengan ketentuan memiliki suara 50%. Tetapi jika tidak ada pasangan terpilih, maka dua pasang yang memperoleh suara terbanyak pertama dan keuda kembali dipilih oleh rakyat decara langung dalam pemilu presiden dan wakil presiden putaran ke 2

c.   Program 100 hari kerja

Pada pemerintahan periode ini menetapkan program 100 hari kerja untuk merealisasikan jaji dan propaganda jangka pendek. Langkah
awal dari 100 hari kerja terutama di teraknkan pada semua sector baik hokum, pendidikan, kesehatan maupun sector-sektor lain  khususnya pemberantasan korupsi.

»»  Baca Selanjutnya...