Social Icons

Monday, April 29, 2013

TERTUTUPNYA PINTU TAUBAT

Oleh : H Moch Hisyam *)
Sumber :republika online

Sebusuk apapun maksiat yang telah dilakukan, sebanyak apapun dosa yang telah diperbuat, bila manusia kembali kepada jalan Allah, maka Allah SWT akan menerima tobatnya. Bahkan terhadap orang yang kafir sekalipun, bila ia memeluk agama Islam, Allah akan mengampuni segala dosanya.

Pintu tobat senantiasa terbuka. Dan Allah SWT akan senantiasa menanti kedatangan hamba-Nya yang akan bertaubat. Namun demikian, tidak selamanya pintu tobat terbuka ada saatnya pintu tobat tertutup rapat.

Pintu tobat akan tertutup rapat pada dua keadaan; pertama, ketika nyawa manusia sudah berada di tenggorokan. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah Yang Mahamulia lagi Mahaagung menerima tobat seseorang sebelum nyawanya sampai di tenggorokan." (HR Tirmidzi)

Kedua, ketika matahari terbit dari tempat terbenamnya. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa bertobat sebelum matahari terbit dari barat, niscaya Allah menerima taubatnya." (HR Muslim)

Tertutupnya pintu tobat merupakan batas dimana penyesalan, permohonan ampun, perbuatan baik dan keimanan orang kafir tidak bermanfaat lagi, karena Allah SWT tidak menerimanya.

Allah SWT berfirman, "Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan Tuhanmu atau kedatangan sebagian tanda-tanda Tuhanmu. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: "Tunggulah olehmu sesungguhnya kami pun menunggu (pula)." (Q S Al-An'am [6]: 158)

Hal ini harus menjadi perhatian kita untuk tidak menunda-nunda untuk bertaubat, bila hal ini terjadi besar kemungkinan akan menenggelamkan kita pada kemaksiatan dan pada akhirnya akan menganggap baik bahkan bangga dengan kemaksiatan yang dilakukannya.

Selagi kita  hidup didunia, mari kita gunakan kesempatan ini untuk menyikapi adanya penutupan pintu taubat ini dengan cara: Pertama, bersegera melakukan taubat. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS An-Nisa [4]: 17)

Kedua, bersegera melakukan berbagai macam kebaikan sebelum datangnya masa yang menyebabkan kita sulit untuk melakukan kebaikan. Rasulullah saw. bersabda, "Bersegeralah kalian untuk mengerjakan amal-amal saleh, karena akan terjadi berbagai fitnah yang menyerupai malam yang gelap gulita.." (HR Muslim dan Tirmidzi)

Ketiga, berusaha meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan takwa kita akan diberi kemampuan untuk membedakan yang benar dan salah. (QS Al-Anfaal [8]: 29)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

»»  Baca Selanjutnya...

Sunday, April 21, 2013

HUKUM JAMINAN


Hukum jaminan adalah kaidah atau peraturan hukum yang mengatur ketentuan mengenai jaminan dari pihak debitur atau dari pihak ketiga bagi kepastian pelunasan piutang kreditur atau pelaksanaan suatu prestasi. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sudah sering mendengar istilah jaminan. Jaminan dalam pengertian bahasa sehari-hari biasanya merujuk pada pengertian adanya suatu benda atau barang yang dijadikan sebagai pengganti atau penanggung pinjaman uang terhadap seseorang.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, jaminan diartikan sebagai tanggungan. Sedangkan pengertian jaminan yang diberikan oleh Hartono Hadisoeprapto dalam Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.
Pengaturan Mengenai Hukum Jaminan
Pengaturan mengenai hukum jaminan bersumber dari undang-undang dan peraturan perundang-undangan. Pengaturan mengenai hukum jaminan dapat ditemukan dalam pasal 1131 KUHPerdata. Sementara pengaturanhukum jaminan oleh Undang-Undang dapat ditemukan antara lain dalam :
·         Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang mengatur tentang pembelian objek jaminan kredit oleh bank pemberi kredit dalam rangka kredit maceet debitur, pada Pasal 12A;
·         Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 yang menetapkan agunan untuk pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah oleh Bank Indonesia kepada bank yang memiliki kesulitan pendanaan jangka pendek, sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (2).
Selain itu, terdapat pula peraturan pemerintah sebagai aturan pelaksana dari perundang-undangan yang mengatur mengenai hukum jaminan khususnya mengenai hukum jaminan fidusia. Pengaturan mengenai hukum jaminan fidusia ini dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
Asas-Asas Hukum Jaminan
Asas mengenai jaminan utang dalam hukum jaminan
Jaminan pemberian utang oleh kreditur terhadap debitur telah diatur dengan Undang-Undang. Dalam hukum jaminan terdapat 2 (dua) asas umum mengenai jaminan, antara lain:
·         Dalam pasal 1131 KUH Perdata, yang menentukan  bahwa segala harta kekayaan debitur, baik yang berupa benda bergerak maupun benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan atau agunan bagi semua perikatan yang dibuat oleh debitur dengan para krediturnya.
·         Dalam pasal 1132 KUH Perdata, menyebutkan bahwa apabila debitur wanprestasi, maka hasil penjualan atas semua harta kekayaan atas debitur tanpa kecuali, merupakan sumber bagi pelunasan utangnya.
Asas Mengenai Hak Jaminan  dalam Hukum Jaminan
·         Asas Territorial, yakni menentukan barang jaminan yang ada di suatu negara hanya dapat dijadikan jaminan hutang apabila perjanjian hutang maupun pengikatan hipotik tersebut dibuat di negara tersebut;
·         Asas Aksesoir merupakan asas yang merujuk pada pasal 1821 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa suatu perjanjian dapat diadakan apabila terdapat perjanjian pokoknya;
·         Asas Hak Preferensi bahwa pihak kreditur kepada siapa debitur telah menjamin hutangnya pada umumnya mempunyai hak atas jaminan kredit tersebut untuk pelunasan hutangnya yang mesti didahulukan dari kreditur  yang lain;
·         Asas Non-Distribusi menyebutkan bahwa suatu hak jaminan tidak dapat dipecah-pecah kepada beberapa orang kreditur;
·         Asas Publisitas yang menyatakan bahwa suatu jaminan hutang harus dipublikasikan sehingga diketahui oleh khalayak umum;
·         Asas  Eksistensi Benda, menyebutkan bahwa suatu hipotik atau hak tanggungan hanya dapat diletakkan pada benda yang benar-benar ada;
·         Asas Eksistensi Perjanjian Pokok, yakni bahwa benda jaminan dapat diikat setelah adanya perjanjian pokok;
·         Asas Larangan Janji Benda Jaminan Dimiliki Untuk Sendiri, yakni asas yang melarang kreditur untuk memiliki benda jaminan untuk diri sendiri;
·         Asas Formalism, menyebutkan bahwa terdapat tata cara atau prosesi yang telah diatur oleh Undang-Undang untuk membuat atau melaksanakan suatu perjanjian, antara lain adanya keharusan untuk pembuatan akta, keharusan untuk melakukan pencatatan, keharusan untuk melaksanakan didepan pejabat tertentu, keharusan penggunaan instrumen tertentu dan adanya keharusan penggunaan kata-kata tertentu dalam perjanjian;
·         Asas Mengikuti Benda, yakni hak jaminan adalah hak kebendaan sehingga hak jaminan akan selalu ada pada suatu benda yang telah dijaminkan walaupun benda tersebut telah berpindah kepemilikannya,
Klasifikasi Jaminan dalam Hukum Jaminan
·         Jaminan Umum dan Jaminan Khusus
·         Jaminan Pokok, Jaminan Utama dan Jaminan Tambahan
·         Jaminan Kebendaan dan Jaminan Perorangan
·         Jaminan Regulatif dan Jaminan Non Regulatif
·         Jaminan Konvensional dan Jaminan Non Konvensional
·         Jaminan Eksekutorial dan Jaminan Non Eksekutorial Khusus
·         Jaminan Serah Benda dan jaminan Serah Kepemilikan

»»  Baca Selanjutnya...