Social Icons

Thursday, October 24, 2013

PHK

copy dari blog http://pakmanihuruksh.wordpress.com/2012/07/16/phk/

Apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak pengusaha karena kesalahan pekerja. Karenanya, selama ini singkatan ini memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau kita tilik definisi PHK yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama dengan pengertian dipecat. Tergantung alasannya, PHK mungkin membutuhkan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski begitu, dalam praktek tidak semua PHK yang butuh penetapan dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, PHK tidak berujung sengketa hukum, atau karena pekerja tidak mengetahui hak mereka.
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.
• Pekerja kontrak dan tetap
Pengaturan kompensasi PHK berbeda untuk pekerja kontrak (terikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu – PKWT) dan pekerja tetap (terikat Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu – PKWTT). Dalam hal kontrak, pihak yang memutuskan kontrak diperintahkan membayar sisa nilai kontrak tersebut. Sedangkan bagi pekerja tetap, diatur soal wajib tidaknya pengusaha memberi kompensasi atas PHK tersebut.
Dalam PHK terhadap pekerja tetap, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, dan atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima pekerja. Perlu dicatat, kewajiban ini hanya berlaku bagi pengusaha yang melakukan PHK terhadap pekerja untuk waktu tidak tertentu. Pekerja dengan kontrak mungkin menerima pesangon bila diatur dalam perjanjiannya.
• Alasan/sebab PHK
Terdapat bermacam-masam alasan PHK, dari mulai pekerja mengundurkan diri, tidak lulus masa percobaan hingga perusahaan pailit. Selain itu:
• ¬Selesainya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
• ¬Pekerja melakukan kesalahan berat
• ¬Pekerja melanggar perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan
• ¬Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha
• ¬Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya
• ¬Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan)
• PHK mMassal – karena perusahaan rugi, force majeure, atau melakukan efisiensi.
• ¬Peleburan, penggabungan, perubahan status
• ¬Perusahaan pailit
• ¬Pekerja meninggal dunia
• ¬Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut
• ¬Pekerja sakit berkepanjangan
• ¬Pekerja memasuki usia pensiun
• PHK Sukarela
Pekerja dapat mengajukan pengunduran diri kepada pengusaha secara tertulis tanpa paksaan/intimidasi. Terdapat berbagai macam alasan pengunduran diri, seperti pindah ke tempat lain, berhenti dengan alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk mengundurkan diri, pekerja harus memenuhi syarat:
(i) mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya,
(ii) tidak ada ikatan dinas,
(iii) tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.
Undang-undang melarang pengusaha memaksa pekerjanya untuk mengundurkan diri. Namun dalam praktik, pengunduran diri kadang diminta oleh pihak pengusaha. Kadang kala, pengunduran diri yang tidak sepenuhnya sukarela ini merupakan solusi terbaik bagi pekerja maupun pengusaha. Disatu sisi, reputasi pekerja tetap terjaga. Disisi lain pengusaha tidak perlu mengeluarkan pesangon lebih besar apabila pengusaha harus melakukan PHK tanpa ada persetujuan pekerja. Pengusaha dan pekerja juga dapat membahas besaran pesangon yang disepakati. Pekerja yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi seperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal 156 (4). Pekerja mungkin mendapatakan lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk biaya perumahan terdapat silang pendapat antara pekerja dan pengusaha, terkait apakah pekerja yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari uang pesangon dan penghargaan masa kerja.
• PHK Tidak Sukarela

a. PHK oleh Pengusaha
Seseorang dapat dipecat (PHK tidak sukarela) karena bermacam hal, antara lain rendahnya performa kerja, melakukan pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau kebijakan-kebijakan lain yang dikeluarkan pengusaha. Tidak semua kesalahan dapat berakibat pemecatan. Hal ini tergantung besarnya tingkat kesalahan.
Pengusaha dimungkinkan mem-PHK pekerjanya dalam hal pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Ini, setelah sebelumnya kepada pekerja diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Surat peringatan masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Pengusaha dapat memberikan surat peringatan kepada pekerja untuk berbagai pelanggaran dan menentukan sanksi yang layak tergantung jenis pelanggaran. Pengusaha dimungkinkan juga mengeluarkan misalnya SP 3 secara langsung, atau terhadap perbuatan tertentu langsung memPHK. Hal ini dengan catatan hal tersebut diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB), dan dalam ketiga aturan tersebut, disebutkan secara jelas jenis pelanggaran yang dapat mengakibatkan PHK. Tak lupa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Selain karena kesalahan pekerja, pemecatan mungkin dilakukan karena alasan lain. Misalnya bila perusahaan memutuskan melakukan efisiensi, penggabungan atau peleburan, dalam keadaan merugi, pailit, maupun PHK terjadi karena keadaan diluar kuasa pengusaha (force majeure).
Undang-Undang tegas melarang pengusaha melakukan PHK dengan alasan:
a. pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. pekerja menikah;
e. pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f. pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam PK, PP, atau PKB;
g. pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PK, PP, atau PKB;
h. pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
j. pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
• Kesalahan Berat (eks Pasal 158)
Semenjak Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan inkonstitusional, maka pengusaha tidak lagi dapat langsung melakukan PHK apabila ada dugaan pekerja melakukan kesalahan berat. Berdasarkan asas praduga tak bersalah, pengusaha baru dapat melakukan PHK apabila pekerja terbukti melakukan kesalahan berat yang termasuk tindak pidana. Atas putusan MK ini, Depnaker mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang akibat putusan tersebut.
Yang termasuk kesalahan berat ialah:
a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
g. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
h. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
i. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
b. Permohonan PHK oleh Pekerja
Pekerja juga berhak untuk mengajukan permohonan PHK ke LPPHI bila pengusaha melakukan perbuatan seperti (i) menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja; (ii) membujuk dan/atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; (iii) tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih; (iv) tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja; (v) memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; (vi) memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
c. PHK oleh Hakim
PHK dapat pula terjadi karena putusan hakim. Apabila hakim memandang hubungan kerja tidak lagi kondusif dan tidak mungkin dipertahankan maka hakim dapat melakukan PHK yang berlaku sejak putusan dibacakan.
d. PHK karena Peraturan Perundang-undangan
Pekerja yang meninggal dunia, Perusahaan yang pailit, dan force majeure merupakan alasan PHK diluar keinginan para pihak. Meski begitu dlama praktek force majeure sering dijadikan alasan pengusaha untuk mem-PHK pekerjanya.
• Mekanisme PHK
Pekerja, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk menghindari PHK. Apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha pekerja/serikatnya, PHK hanya dapat dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).
Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK harus dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI).
Hal-hal tersebut adalah :
a. pekerja masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;
b. pekerja mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
c. pekerja mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
d. pekerja meninggal dunia.
e. Pekerja ditahan
f. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan pekerja melakukan permohonan PHK
Selama belum ada penetapan dari LPPHI, pekerja dan pengusaha harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak pekerja.
• Perselisihan PHK
Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja. Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara pekerja dan pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.
Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi atas PHK.
Penyelesaian Perselisihan PHK
Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.
1. Perundingan Bipartit
Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan pekerja atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para Pihak. isi risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan slah satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.
Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka pekerja dan pengusaha mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.
2. Perundingan Tripartit
Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak:
a. Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.
b. Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran.
c. Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.
3. Pengadilan Hubungan Industrial
Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mengadili jenis perselisihan lainnya: (i)Perselisihan yang timbul akibat adanya perselisihan hak, (ii) perselisihan kepentingan dan (iii) perselisihan antar serikat pekerja.
4. Kasasi (Mahkamah Agung)
Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.
Kompensasi PHK
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima. UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya.
Perhitungan uang pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut :
Masa Kerja Uang Pesangon
• masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah;
• masa kerja 1 – 2 tahun, 2 (dua) bulan upah;
• masa kerja 2 – 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah;
• masa kerja 3 – 4 tahun 4 (empat) bulan upah;
• masa kerja 4 – 5 tahun 5 (lima) bulan upah;
• masa kerja 5 – 6 tahun 6 (enam) bulan upah;
• masa kerja 6 – 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
• masa kerja 7 – 8 tahun 8 (delapan) bulan upah;
• masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai berikut :
Masa Kerja UPMK
• masa kerja 3 – 6 tahun 2 (dua) bulan upah;
• masa kerja 6 – 9 tahun 3 (tiga) bulan upah;
• masa kerja 9 – 12 tahun 4 (empat) bulan upah;
• masa kerja 12 – 15 tahun 5 (lima) bulan upah;
• masa kerja 15 – 18 tahun 6 (enam) bulan upah;
• masa kerja 18 – 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah;
• masa kerja 21 – 24 tahun 8 (delapan) bulan upah;
• masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
• Alasan PHK dan Hak Atas Pesangon
Besaran Perkalian pesangon, tergantung alasan PHKnya. Besaran Pesangon dapat ditambah tapi tidak boleh dikurangi. Besaran Pesangon tergantung alasan PHK sebagai berikut:
- Mengundurkan diri (kemauan sendiri) ¬- Berhak atas UPH
- ¬Tidak lulus masa percobaan ¬ – Tidak berhak kompensasi
- Selesainya PKWT ¬ – Tidak Berhak atas Kompensasi
- Pekerja melakukan kesalahan berat ¬- Berhak atas UPH
- Pekerja melakukan Pelanggaran Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, atau Peraturan Perusahaan -¬ 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
- Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha ¬- 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
- Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya -¬ Tergantung kesepakatan
- Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan) ¬- 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
- PHK Massal karena perusahaan rugi atau force majeure- ¬ 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
- PHK Massal karena Perusahaan melakukan efisiensi. – 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
- Peleburan, Penggabungan, perubahan status dan Pekerja tidak mau melanjutkan hubungan kerja- ¬ 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
- Peleburan, Penggabungan, perubahan status dan Pengusaha tidak mau melanjutkan hubungan kerja ¬- 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
- Perusahaan pailit¬ ¬- 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
- Pekerja meninggal dunia-¬ ¬ 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
- Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut ¬- UPH dan Uang pisah
- Pekerja sakit berkepanjangan atau karena kecelakaan kerja (setelah 12 bulan) ¬- 2 kali UP, 2 kali UPMK, dan UPH
- Pekerja memasuki usia pensiun ¬- Sesuai Pasal 167 UU 13/2003
- Pekerja ditahan dan tidak dapat melakukan pekerjaan (setelah 6 bulan) -¬ 1 kali UPMK dan UPH
- Pekerja ditahan dan diputuskan bersalah ¬- 1 kali UPMK dan UPH
Contoh :

A yang tinggal di jakarta telah bekerja selama sepuluh tahun di PT B yang juga berdomisili di Jakarta, dengan upah Rp 3 juta per bulan. Ia kemudian di PHK perusahaannya karena melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja.
Maka, ia berhak atas kompensasi sebesar:
UP = Rp3.000.000,- x 1×9 = 27.000.000, (3 juta Dikali 1 UP (karena melanggar Perjanjan kerja) dikalikan dengan 9 bulan upah)
UPMK= Rp3.000.000 x1x 4= 12.000.000,- (tiga juta kali 4 bulan upah, karena masa kerja 10 tahun
UPH = 15% (uang penggantian perumahan dan pengobatan) x (27 juta +12 juta) =Rp5.850.000,-
Total Kompensasi = UP + UPMK + UPH
27.000.000 + 12.000.000 + 5.850.000 = 44.850.000,-


sumber : http://pakmanihuruksh.wordpress.com/2012/07/16/phk/
»»  Baca Selanjutnya...

Sunday, July 7, 2013

Tindak Pidana Perbankan

Tindak pidana perbankan diatur dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan.
Edi Setiadi berpendapat : "Tindak pidana di
bidang perbankan adalah segala jenis
perbuatan melanggar hukum yang berhubungan
dengan kegiatan dalam menjalankan usaha
bank, baik bank sebagai sasaran maupun bank
sebagai sarana. Sedangkan tindak pidana
perbankan (banking crime) merupakan tindak
pidana yang dilakukan oleh bank.[1]
Terdapat tiga belas macam tindak pidana yang
diatur mulai dari pasal 46 sampai dengan pasal
50A, dimana ketiga belas tindak pidana itu
dapat digolongkan menjadi empat macam :
1. Tindak Pidana Yang Berkaitan dengan
Perizinan
Tindak pidana ini disebut juga dengan tindak
pidana bank gelap, diatur dalam dalam : Pasal
46 UU Perbankan
ayat (1)
"Barang siapa menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin
usaha dari pimpinan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam pasal 16, diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun serta denda sekurangkurangnya
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
dan paling banyak Rp.200.000.000.000,00 (dua
ratus miliar rupiah)."
ayat (2)
" Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum
yang berbentuk perseroan terbatas,
perserikatan, yayasan atau koperasi, maka
penuntutan terhadap badan-badan dimaksud
dilakukan baik terhadap mereka yang memberi
perintah melakukan perbuatan itu atau yang
bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan
itu atau terhadap keduaduanya."
Pasal 46 UU Perbankan adalah satu-satunya
pasal dalam Undang-undang tersebut yang
mengenakan ancaman hukuman terhadap
korporasi dengan menuntut mereka yang
memberi perintah atau pimpinannya
2. Tindak Pidana Yang Berkaitan dengan
Rahasia Bank
Bank memiliki kewajiban untuk tidak membuka
rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain
manapun, kecuali jika ditentukan lain oleh
perundangundangan yang berlaku. Menurut
Pasal 1 angka 16 UU Perbankan, yang dimaksud
sebagai rahasia bank adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal
lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman
dunia perbankan wajib dirahasiakan.
Dari pengertian yuridis tersebut dan
berdasarkan penjelasan mengenai Rahasia Bank
yang dimuat dalam Pasal 40 sampai dengan
Pasal 45 BAB VII UU Perbankan dapat ditarik
kesimpulan mengenai unsur-unsur dari rahasia
bank itu sendiri, yaitu sebagai berikut :
Rahasia bank tersebut berhubungan
dengan keuangan dan hal-hal lain
dari nasabah bank.
Hal tersebut diatas adalah wajib
dirahasiakan oleh bank, kecuali jika
ditentukan lain oleh perundang-
undangan yang berlaku (misalnya
patut diduga bahwa data-data yang
dimiliki oleh bank tersebut
termasuk dalam kategori data milik
nasabah yang sedang terlibat
perbuatan melawan hukum
berdasarkan prosedur dan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku).
Pihak yang wajib merahasiakan
rahasia bank adalah pihak bank itu
sendiri dan atau pihak terafiliasi,
yang dimaksud sebagai pihak
terafiliasi adalah sebagai berikut :
1. Anggota dewan komisaris, pengawas, direksi
atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank
yang bersangkutan.
2. Anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau
kuasanya, pejabat atau karyawan bank,
khusus bagi bank berbentuk badan hukum
koperasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3. Pihak pemberi jasa kepada bank yang
bersangkutan, termasuk tetap tidak
terbatas pada akuntan publik, penilai
konsultasi hukum dan konsultasi hukum.
4. Para pihak yang menurut penilaian Bank
Indonesia turut serta mempengaruhi
pengelolaan bank, tetapi tidak terbatas pada
pemegang saham dan keluarganya,keluarga
komisaris, keluarga pengawas, keluarga
direksi dan keluarga pengurus.
Apabila kemudian terdapat pihak-pihak yang
secara melawan hukum memberikan keterangan
yang tergolong sebagai rahasia bank maka
terhadap pelaku diberlakukan ketentuan
Undang-undang Perbankan, yaitu;
Pasal 47
ayat (1) :
" Barang siapa tanpa membawa perintah
tertulis atau izin dari pimpinan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, pasal
41A dan pasal 42, dengan sengaja memaksa
bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan
keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal
40, diancam dengan pidana penjara sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4
(empat) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah).
ayat (2)
"Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai
bank atau pihak terafiliasi lainnya yang
dengan .sengaja memberikan keterangan yang
wajib dirahasiakan menurut pasal 40, diancam
dengan pidana penjara sekurangkurangnya 2
(dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun
serta denda sekurang-kurangnya
Rp.4.000.000.000 (empat miliar rupiah) dan
paling banyak Rp.8.000.000.000 (delapan miliar
rupiah)."
Pasal 47 A
"Anggota dewan komisaris, direksi atau
pegawai bank yang dengan sengaja tidak
memberikan keterangan yang wajib dipenuhi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 A dan
pasal 44 A, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling
lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah) dan palingbanyak Rp. 15.000.000.000
(lima belas miliar rupiah)."
3. Tindak pidana Yang Berkaitan dengan
Pengawasan Dan Pembinaan Bank
Pasal 48 Undang-undang Perbankan ;
ayat (1)
"Anggota dewan komisaris, direksi atau
pegawai bank yang dengan sengaja tidak
memberikan keterangan yang wajib dipenuhi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1)
dan ayat (2) dan pasal 34 ayat (1) dan ayat
(2), diancam dengan pidana penjara sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000,00
(seratus miliar rupiah)."
ayat (2)
"Anggota dewan komisaris, direksi atau
pegawai bank yang dengan sengaja tidak
memberikan keterangan yang wajib dipenuhi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1)
dan ayat (2) dan pasal 34 ayat (1) dan ayat (2)
diancam dengan pidana penjara sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp.1.000.000.000 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp.2.000.000.000
(dua miliar rupiah)."
4. Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Usaha
Bank
Pasal 49 Undang-undang Perbankan ;
ayat (1)
"Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau
pegawai bank yang dengan sengaja :
Membuat atau menyebabkan adanya
pencatatan palsu dalam pembukuan
atau dalam laporan, maupun dalam
dokumen atau laporan kegiatan
usaha, laporan transaksi atau
rekening suatu bank
Menghilangkan atau tidak
memasukkan atau menyebabkan
tidak diilakukannya pencatatan
dalam pembukuan atau dalam
laporan, maupun dalam dokumen
atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank.
Mengubah, mengaburkan,
menyembunyikan, menghapus atau
menghilangkan adanya suatu
pencatatan dalam pembukuan atau
dalam laporan, maupun dalam
dokumen atau laporan kegiatan
usaha, laporan transaksi atau
rekening suatu bank, atau dengan
sengaja mengubah, mengaburkan,
menghilangkan, menyembunyikan
atau merusak catatan pembukuan
tersebut, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun serta denda
sekurangkurangnya
Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar
rupiah) dan paling banyak
Rp.200.000.000.000 (dua ratus
miliar rupiah)."
ayat (2)
"Anggota Dewan Komisaris,Direksi atau
pegawai bank yang dengan sengaja:
Meminta atau menerima,
mengizinkan atau menyetujui untuk
menerima suatu imbalan, komisi,
uang tambahan, pelayanan, uang atau
barang berharga, untuk keuntungan
pribadinya atau untuk keuntungan
keluarganya, dalam rangka
mendapatkan atau berusaha
mendapatkan bagi orang lain dalam
memperoleh uang muka, bank garansi
atau fasilitas kredit dari bank atau
dalam rangka pembelian atau
pendiskontoan oleh bank atas surat-
surat wesel, surat promes, cek dan
kertas dagang atau bukti kewajiban
lainnya, ataupun dalam rangka
memberikan persetujuan bagi orang
lain untuk melaksanakan penarikan
dana yang melebihi batas kreditnya
pada bank.
Tidak melaksanakan langkah-
langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan bank terhadap
ketentuan dalam Undang-undang ini
dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya yang
berlaku bagi bank, diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya
3 (tiga) tahun dan paling lama 8
(delapan) tahun serta denda
sekurang-kurangnya
Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak
Rp.100.000.000.000,00. (seratus
miliar rupiah)."
Pasal 50
"Pihak terafiliasi yang dengan sengaja tidak
melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan ketaatan bank terhadap
ketentuan dalam Undang-undang ini dan
peraturan perundang-undangan lainnya yang
berlaku bagi bank, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurang 3 (tiga) tahun dan
paling lama 8 (delapan) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah) dan paling banyak
Rp.100.000.000.000,00 (seratus milyar
rupiah)."
Pasal 50A
"Pemegang saham yang dengan sengaja
menyuruh dewan komisaris, direksi atau
pegawai bank untuk melakukan atau tidak
melakukan tindakan yang mengakibatkan bank
tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank
terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini
dan ketentuan perundang-undangan lainnya
yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta
denda sekurang-kurangnya
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar) dan
paling banyak Rp.200.000.000.000,00 (dua
ratus miliar rupiah)."
[1] Edi Setiadi dan Yulia Rena. 2010. Hukum
Pidana Ekonomi. Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm.
139-140.
Powered by Telkomsel BlackBerry®
»»  Baca Selanjutnya...

Friday, July 5, 2013

SAKIT

Apabila seorang hamba Allah jatuh sakit, Allah akan mengutus 4 malaikat :

1. Malaikat Pertama akan mengambil SELERA MAKANNYA.
2. Malaikat Kedua akan mengambil REZEKINYA.
3. Malaikat Ketiga akan mengambil KECANTIKAN/KETAMPANAN WAJAH (pucat).
4. Malaikat Keempat akan mengambil DOSANYA.

Apabila telah sampai waktu yang telah Allah tetapkan untuk hambaNya kembali sehat, Allah akan menyuruh Malaikat Pertama, Malaikat Kedua dan Malaikat Ketiga agar mengembalikan apa yang telah diambil oleh mereka. Akan tetapi Allah tidak menyuruh Malaikat Keempat mengembalikan dosa hambaNya tersebut.

SubhanAllah, betapa Mulia dan Baik Hati nya Allah terhadap kita. Janganlah bersangka buruk terhadap Allah ketika kita sakit, bersyukurlah dan ucaplah Alhamdulillah ke atasNya. Sesungguhnya setiap kesakitan itu adalah penghapus segala dosa
Powered by Telkomsel BlackBerry®
»»  Baca Selanjutnya...

Saturday, June 29, 2013

Bentuk Dan Nama Perjanjian Internasional

Traktat (treaty) : yaitu persetujuan yang dilakukan oleh dua Negara atau lebih yang mengadakan hubungan antar mereka. Kekuatan traktat sangat ketat karena mengatur masalah-masalah yang bersifat fundamental.
Konvensi (convention) : yaitu persetujuan resmi yang bersifat multilateral atau persetujuan yang diterima oleh organ suatu organisasi internasional. Konvensi tidak berkaitan dengan kebijakan tingkat tinggi.
Deklarasi (declaration) : yaitu pernyataan bersama mengenai suatu masalah dalam bidang politik, ekonomi, atau hokum. Deklarasi dapat berbentuk traktat, perjanjian bilateral, dokumen tidak resmi, dan perjanjian tidak resmi.
Piagam (statue) : yaitu himpunan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh persetujuan internasional, baik tentang pekerjaan kesatuan-kesatuan tertentu maupun ruang lingkup hak, kewajiban, tugas, wewenang, dan tanggung jawab lembaga-lembaga internasional.
Pakta (pact)  yaitu traktat dalam pengertian sempit yang pada umumnya berisi materi politis.
Persetujuan (agreement) : yaitu suatu perjanjian internasional yang lebih bersifat teknis administratif. Agreement ini biasanya merupakan persetujuan antar pemerintah dan dilegalisir oleh wakil-wakil departemen tetapi tidak perlu diratifikasi oleh DPR Negara yang bersangkutan. Sifat persetujuan tidak seformal traktat dan konvensi.
Protokol (protocol) : yaitu  persetujuan yang isinya melengkapi (suplemen) suatu konvensi dan pada umumnya dibuat oleh kepala Negara. Protokol hanya mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausal-klausal tertentu dari suatu konvensi.
Perikatan (arrangement) : yaitu suatu perjanjian yang biasanya digunakan untuk transaksi-transaksi yang bersifat sementara dan tidak seformal traktat dan konvensi.
Modus vivendi : yaitu dokumen untuk mencatat suatu persetujuan yang bersifat sementara.
Charter : yaitu istilah yang digunakan dalam perjanjian internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administratif.
Pertukaran nota (exchange of notes) : yaitu metode tidak resmi yang sering digunakan dalam praktik perjanjian internasional. Metode ini menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat mereka. Biasanya metode ini dilakukan oleh wakil-wakil militer dan Negara serta dapat bersifat nonagresi.
Proses verbal : yaitu catatan-catatan atau ringkasan-ringkasan atau kesimpulan-kesimpulan konferensi diplomatik atau catatan-catatan suatu pemufakatan. Proses verbal ini tidak perlu diratifikasi.
Convenant : merupakan anggaran dasar dari PBB.
Ketentuan umum (general act) : yaitu traktat yang bersifat resmi dan tidak resmi.
Kompromis : yaitu tambahan atas persetujuan yang telah ada.
Ketentuan penutup (final act) : yaitu ringkasan-ringkasan hasil konferensi yang menyebutkan Negara-negara peserta, utusan-utusan dari Negara yang turut berunding, serta masalah-masalah yang disetujui dalam konferensi dan tidak memerlukan ratifikasi.
Powered by Telkomsel BlackBerry®
»»  Baca Selanjutnya...

Monday, June 24, 2013

Perbuatan Baik yang Tidak Akan Pernah Sia - sia

Al kisah ada seorang dermawan yg berkeinginan untuk berbuat kebaikan.Dia telah menyiapkan sejumlah uang yang akan dia berikan kepada beberapa orang yang ditemuinya.Pada suatu kesempatan dia bertemu dengan seseorang maka langsung saja dia menyerahkan uang yang dimilikinya kepada orang tersebut. Pada keesokan harinya tersiar kabar bahwa ada seseorang yang telah memberikan sejumlah uang kepada seorang penjahat beringas. Mendengar kbr ini si dermawan hanya mengatakan" Ya Tuhan aku telah memberikan uang ke pada seorang penjahat"
Di lain waktu, dia kembali bertemu dengan seseorang, si dermawan pada hari itu juga telah berniat untuk melakukan kebaikan. Ia dengan segera memberikan sejumlah uang kepada orng tersebut. Keesokan harinya tersiar kabar bahwa ada seseorang yang telah memberikan uang kpd seorang koruptor. Mendapat kabar ini si dermawan hanya berkata "Ya Tuhan aku telah memberikan uang kepada koruptor".Si dermawan ini tidak berputus asa, ketika dia bertemu dengan seseorang dengan segera dia menyerahkan sejumlah uang yang memang telah disiapkannya. Maka esok harinya pun tersiar kabar bahwa ada seseorang yang telah memberikan sejumlah uang kepada seorang kaya raya. Mendengar hal ini si dermawan hanya berkata. " Ya Tuhan aku telah memberikan uang kepada penjahat, koruptor dan seorang yang kaya raya".Sekilas kita bisa menyimpulkan bahwa si dermawan ini adalah seorang yang "Ceroboh" Asal saja dia memberikan uang yang dimilikinya kepada orang yang tidak dikenalnya, padahal jika dia lebih teliti maka niat baik nya itu bisa lebih berguna tersalurkan kepada orang yang memang membutuhkan.Tapi ternyata suatu niat yg baik pasti akan berakhir dengan baik, pun begitu pula dengan "kecerobohan" si dermawan.
 
Uang yg diberikannya kepada sang penjahat ternyata mampu menyadarkannya bahwa di dunia ini masih ada orang baik, orang yg peduli dengan lingkungan sekitarnya. Penjahat ini bertobat dan menggunakan uang pemberian sang dermawan sebagai modal usaha. Sementara sang koroptor, uang cuma-cuma yg diterimanya ternyata menyentuh hati nuraninya yang selama ini telah tertutupi oleh keserakahan, dia menyadari bahwa hidup ini bukanlah tentang berapa banyak yang bisa kita dapatkan. Dia bertekad mengubah dirinya menjadi orang yang baik, pejabat yang jujur dan amanah. Sementara itu pemberian yg diterima oleh si kaya raya telah menelanjangi dirinya, karena selama ini dia adalah seorang yg kikir, tak pernah terbesit dalam dirinya untuk berbagi dengan orang lain, baginya segala sesuatu harus lah ada timbal baliknya. Dirinya merasa malu kepada si dermawan yang dengan kesederhananya ternyata masih bisa berbagi dengan orang lain.Sahabat, tak akan ada yang berakhir dengan sia-sia terhadap sutau kebaikan. Karena kebaikan akan berakhir pula dengan kebaikan. Hidup ini bukanlah soal berapa banyak yang bisa kita dapatkan, tapi berapa banyak yang bisa kita berikan
Powered by Telkomsel BlackBerry®
»»  Baca Selanjutnya...

Monday, June 10, 2013

Mengatasai grubyang eror

pada saat ini saya akan membagikan trik cara mengatasi grub rescue error setelah menghapus partisi linux , "error filesystem: grub rescue"

bahan yang harus di siapkan hanya installer windows 7

Langkah langkahnya sebagai berikut:
boot melalui DVD installer , lalu pilih repair computer , pilih recovery sampai ada pilihan comand prompt

nah setelah masuk CMD (comand prompt) ketikan "bootrec.exe /fixmbr" tanpa tanda petik.

lalu keluar dari CMD dan reboot/restart komputer.

Powered by Telkomsel BlackBerry®
»»  Baca Selanjutnya...