Social Icons

Saturday, June 6, 2015

Pailit atau Bangkrut


Dalam Pasal 21 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (”UUK”) dinyatakan bahwaKepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Dengan demikian, harta pailit juga meliputi segala sesuatu (harta) yang diperoleh selama kepailitan berlangsung. 
Pada prinsipnya kepailitan dimulai sejak putusan pailit diucapkan, hingga kepailitan berakhir. Lalu kapan kepailitan berakhir? Apakah dengan dilakukannya pencatatan atau hingga pembagian harta pailit?
 Menurut UUK, kepailitan pada umumnya (bukan harta peninggalan) berakhir dengan terjadinya hal-hal tersebut di bawah ini:
-  Apabila kepailitan dicabut oleh Pengadilan sesuai ketentuan dan syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UUK


-  Apabila pengesahan perdamaian telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud Pasal 166 ayat (1) UUK


-  Setelah dilakukan pemberesan (semua piutang Kreditor yang telah dicocokkan dibayarkan) atau daftar pembagian harta pailit berlaku mengikat sebagaimana dimaksud Pasal 202 ayat (1) UUK.


Dalam hal kepailitan tidak dicabut sesuai dengan aturan Pasal 18 ayat (1) UUK, tidak ada perdamaian yang disepakati dan mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud Pasal 166 ayat (1) UUK, maka menurut UUK harta pailit dihitung sampai proses pemberesan dilakukan atau daftar pembagian harta pailit berlaku mengikat sebagaimana dimaksud Pasal 202 ayat (1) UUK.


Prinsip hukum kepailitan

a. Prinsip Paritas Creditorium
Prinsip paritas creditorium mengandung makna bahwa semua kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitor dan barangbarang di kemudian hari akan dimiliki debitor terikat kepada penyelesaian kewajiban debitor.


b. Prinsip Pari Passu Pro Rata Parte


Prinsip pari passu pro rata parte berarti bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional diantara mereka, kecuali jika antara para kreditor itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya.


c. Prinsip Structured Pro Rata


Prinsip structured pro rata atau yang disebut juga dengan istilah structured creditors merupakan salah satu prinsip di dalam hukum kepailitan yang memberikan jalan keluar/keadilan diantara kreditor. Prinsip ini adalah prinsip yang mengklasifikasikan dan mengelompokkan berbagai macam
debitor sesuai dengan kelasnya masing-masing.


d. Prinsip Debt Collection


Prinsip debt collection (debt collection principle) adalah suatu konsep pembalasan dari kreditor terhadap debitor pailit dengan menagih klaimnya terhadap debitor atau harta debitor.


Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan


Berdasarkan Pasal 2 adalah sebagai berikut : 


- Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas
- Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasana untuk kepentingan umum.
- Debitor adalah bank maka permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia
- Debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring, penjamin dan lain-lain yang berhubungan dengan dana masyarakat.
- Debitor adalah perusahaan asuransi, reasuransi, dana pension atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik.
»»  Baca Selanjutnya...

MEREGER, AKUISI, KONSOLIDASI DAN PEMISAHAN PERUSAHAAN

Pertanyaan :
  1. Bank Mulia beberapa bulan terakhir ini merasakan kesulitan CAR (Rasio Kecukupan Modal) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Manajemen bank mulai melemah dalam menjalankan operasionalnya, bahkan sudah tidak dapat lagi memenuhi harapan kecuali dilikuidasi. sudah dua kali terjadi penggantian Direksi dan Komisaris tetapi tetap tidak memperbaiki keadaan. Untuk mengatasi kesulitan tersebut Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mengadakan rapat dan memutuskan lebih baik Bank Mulia diakuisisi oleh Bank yang lebih kuat modal dan menejemennya daripada dilikuidasi. Alasan RUPS memilih diakuisisi sebab telah dibahas dalam rapat sehingga tawaran akuisisi diterima pemegang saham karena dipertimbangkan sangat besar manfaatnya daripada bank dilikuidasi. Agar akuisisi dapat dilakukan, maka langkah-langkah yuridis perlu ditempuh.
    a. Apa perbedaan prinsip antara merger, konsolidasi, dan akuisisi ?
    b. Langkah pertama apa yang perlu dilakukan oleh Direksi setelah mendapat persetujuan dalam RUPS mengenai akuisisi dan dokumen pendukungnya ?
    c. Apa akibat hukum dari akuisisi yang tidak dilakukan oleh pengakuisisi terhadap pihak yang diakuisisi ?
    d. secara yuridis sejak kapan dianggap mulai berlaku ?
  2. Sebagai usaha bisnis perbankan, peraturan perundang-undangan mengharuskan adanya pemisahan unit usaha bank syari'ah dan perbankan konvensional.
    a. Berikan analisa saudara terhadap pemisahan tersebut dengan dasar hukum yang melandasinya !.
    b. Dalam prakteknya bentuk pemisahan tersebut termasuk pemisahan yang bagaimana ? Jelaskan!.
  3. Katarina, wanita pengusaha di bidang kosmetik beralih bisnis restoran. Setelah 3 (tiga) bulan menjalankan bisnis restoran, dia mendapat peringatan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat karena dianggap mengakali aturan hukum perusahaan yang berlaku. Katarina bingung menerima surat peringatan tersebut, Katarina tidak memahami aturan hukum perusahaan dan mendatangi Justisia Law Firm meminta bantuan dan nasehat hukum.
    a. Apa alasan yuridis peringatan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan ?
    b. Jelaskan cara yang bisa dilakukan oleh Katarina agara bisnis restorannya sah dan dilindungi hukum ?.
  4. PT Pupuk A (PT PA) adalah badan usaha yang modal perseroannya berasal dari penyertaan PT Pupuk B (Persero) dan Koperasi karyawan. beradasarkan fakta tersebut apakah PT PA dapat digolongkan sebagai BUMN ? berikan analisa yuridis saudara !
Jawaban :
1.    a. Perbedaan prinsip antara merger, konsolidasi, dan akuisisi
Merger, konsolidasi, akuisisi (MKA) lebih banyak digunakan untuk tujuan memperbesar aset dan penguasaan pasar. MKA dapat digunakan untuk “menyembuhkan” perusahaan yang sedang “sakit”.
Merger          : Penggabungan perusahaan
Konsolidasi    : Peleburan perusahaan
Akusisi          : Pengambilalihan perusahaan
Merger
Merger adalah salah satu strategi ekspansi perusahaan atau restrukturisasi perusahaan dengan cara menggabungkan dua perusahaan atau lebih. Dalam merger hanya ada satu perusahaan yang dibiarkan hidup, sementara perusahaan lainnya dibubarkan tanpa likuidasi.
Contoh : penggabungan tiga perusahaan farmasi pada tahun 2005 yaitu PT Kalbe Farma Tbk, PT Dankos Laboratories Tbk, dan PT Enseval. Dalam penggabungan ini, badan hukum yang dipertahankan adalah PT Kalbe Farma Tbk, sedangkan kedua perusahaan lainnya dibubarkan. Semua aset dan kewajiban perusahaan yang menggabungkan diri (PT Dankos dan PT Enseval) selanjutnya akan beralih ke dalam PT Kalbe Farma. Karena PT Kalbe Farma dan PT Dankos sudah menjadi perusahaan terbuka yang menjual sahamnya di Pasar Modal Indonesia, proses mergernya juga wajib dilakukan menurut aturan Badan Pengawasan Pasar Modal (Bapepam).

Konsolidasi
Berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU RI Nomor 40 Tahun 2007, peleburan (konsolidasi) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan terbatas atau lebih, untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan tebatas yang baru yang karena hukum memperoleh akitva dan pasiva dari perseroan terbatas yang meleburkan diri dan status badan hukum perseroan tebatas yang meleburkan diri berakhir karena hukum. Sementara Pasal 1 angka PP Nomor 27 Tahun 1998, peleburan (konsolidasi), adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan terbatas atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu perseroan terbatas baru dan masing-masing perseroan terbatas yang meleburkan diri menjadi bubar.
Contoh : pembentukan Bank Mandiri yang berasal dari peleburan empat Bank BUMN yang sedang sekarat akibat dampak krisis moneter 1997/1998, yaitu Bank BDN, Bank Bumi Daya, Bank Ekspor Impor, dan Bank Bapindo. Kebijakan peleburan empat Bank BUMN tersebut diambil pemerintah guna menyelematkan bank dari risiko kebangkrutan karena pada saat itu modal keempat Bank BUMN tersebut sudah negatif.

Akuisisi
Akuisisi perusahaan secara sederhana dapat diartikan sebagai pengambilalihan perusahaan dengan cara  membeli saham mayoritas perusahaan sehingga menjadi pemegang saham pengendali. Dalam peristiwa akuisisi, baik perusahaan yang mengambil alih (pengakuisisi) maupun perusahaan yang diambil alih (diakuisisi) tetap hidup sebagai badan hukum yang terpisah.
Pengambilalihan perusahaan (akuisisi), sesuai Pasal 1 angka 11 UURI Nomor 40 Tahun 2007 tentang Persoroan Terbatas, adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Sementara itu, pengambilalihan (akuisisi), sesuai pasal 1 angka 3 PP Nomor 27 Tahun 1998, adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih perusahaan baik seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
Pengambilalihan (akuisisi), sesuai pasal 1 angka 3 PP Nomor 57 Tahun 2010, adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk mengambilalih saham badan usaha yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas badan usaha tersebut. Pelaku usaha, sesuai dengan pasal 1 angka 8 PP Nomor 57 Tahun 2010, adalah setiap orang perorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Contoh : pengambilalihan saham mayoritas pabrik rokok asal Indonesia (PT HM Sampoerna) oleh perusahaan rokok asal Amerika (Philip Morris Ltd). Akibat akuisisi tersebut, kendali perusahaan PT HM Sampoerna tidak lagi berada di tangan keluarga besar Sampoerna tetapi sudah beralih tangan Philip Morris Ltd.

b. Langkah yang perlu dilakukan direksi adalah (PP Nomor 27 Tahun 1998) :
Pihak yang akan mengakuisisi PT menyampaikan maksud dan tujuannya kepada Direksi PT yang akan diakuisisi. “Pihak Pengakuisisi” dapat berbentuk PT, Koperasi, Yayasan, CV, Firma, atau Perorangan.
Direksi PT yang akan diakuisisi dan Pihak Pengakuisisi masing-masing menyusun Usulan Rencana Akusisi. Usulan Rencana Akusisi wajib mendapat persetujuan Komisaris PT yang akan diakuisisi atau lembaga serupa dari Pihak Pengakuisisi.
Usulan Rencana Akusisi digunakan sebagai bahan penyusunan Rancangan Akuisisi yang disusun secara bersama-sama antara Direksi PT yang akan diakuisisi dengan Pihak Pengakuisisi. Ringkasan rancangan Akuisisi wajib diumumkan Direksi PT Pengakuisisi dalam 2 surat kabar harian serta diberitahukan secara tertulis kepada karyawan PT Pengakuisisi paling lambat 14 hari sebelum pemanggilan RUPS.
Rancangan akuisisi wajib disetujui RUPS dari PT yang akan diakuisisi. Rancangan akuisisi juga harus disetujui oleh “pemegang kekuasaan” dari Pihak Pengakuisisi. Apabila pihak pengakuisisi berbentuk PT, maka rancangan akusisi harus disetujui RUPS. Pada pihak pengakuisisi berbentuk koperasi. Jika pihak pengakuisisi berbentuk yayasan maka rancangan akusisi harus disetujui rapat dewan pembina yayasan. Disetujui oleh para sekutu atau pemilik CV dan Firma.
Rancangan Akuisisi yang telah disetujui selanjutnya dituangkan dalam Akta Akuisisi yang dibuat di hadapan notaris dan ditulis dalam bahasa Indonesia. Akta Akuisisi yang sudah disahkan Notaris selanjutnya didaftarkan kepada Menkumham.
Apabila Akuisisi PT diikuti perubahan Anggaran Dasar (AD) yang membutuhkan persetujuan Menkumham, maka akuisisi dianggap mulai berlaku sejak tanggal persetujuan AD oleh Menkumham. Apabila akuisisi dalam Daftar Perusahaan. Di sisi lain, apabila akuisisi PT tidak mengakibatkan perubahan AD, maka akuisisi dianggap mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan akta akuisisi di hadapan notaris.

c.  Akibat hukum dari akuisisi yaitu beralihnya hak dan kewajiban suatu perusahaan yang diakuisisi kepada pengakuisisi. Pemegang saham yang tidak setuju atas pengambilalihan persoran, diberikan hak khusus yang disebutappraisal right, yaitu hak milik pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS untuk menjual sahamnya kepada perseroan dengan harga wajar. Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai MKAPP hanya boleh menggunakan haknya sesuai pasal 62 UU RI Nomor 40 tahun 2007, dan pelaksanaan hak tersebut tidak menghentikan proses pelaksanaan MKAPP.

d.  Apabila akuisisi PT diikuti dengan perubahan AD yang membutuhkan persetujuan Menkumham, akuisisi dianggap mulai berlaku sejak tanggal persetujuan AD oleh Menkumham. Apabila akusisi PT disertai perubahan  AD yang tidak memerlukan persetujuan Menkumham, akusisi dianggap mulai berlaku sejak tanggal pendaftaran akta akuisisi dalam daftar perusahaan. Di sisi lain, apabila akuisisi PT tidak mengakibatkan perubahan AD, akuisisi dianggap mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan Akta akuisisi di hadapan notaris.
2. a. Pemisahan perusahaan (split off dan spin off) belum dimasukkan sebagai salah satu alternatif dalam penguatan strukstur perbankan di Indonesia. Hal ini dapat dimengerti mengingat Arsitektur Perbankan Indonesia (API) telah diluncurkan pada tahun 2004 sebelum konsep pemisahan perusahaan diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah.
Pemisahan perusahaan di industri perbankan terutama dilakukan dalam rangka pemisahan unit usaha syari’ah (UUS) yang dimiliki bank umum menjadi bank umum syari’ah yang berdiri sendiri. Bank Indonesia mendorong bank-bank umum yang memiliki UUS agar dapat segera memisahkan (spin-off) UUS menjadi bank umum syari’ah yang berdiri sendiri paling lambat tahun 2023 atau 15 tahun sejak pemberlakuan UU RI Nomor 21 Tahun 2008.
Dengan adanya pemisahan tersebut, perbankan syari’ah diharapkan dapat bertambah maju dan bank umum konvensional juga dapat lebih leluasa mengembangkan usaha pokoknya. Pemisahan persuhaan antara bank umum konvensional dan bank umum syari’ah juga diperlukan mengingat prinsip pengelolaan kedua bank tersebut berbeda, dan pangsa pasarnya juga memiliki perbedaan.
Aspek hukum lain yang juga penting dalam spin off perbankan adalah terkait perlindungan kreditur dan pihak lain yang memiliki hak istimewa yang bisa saja mengalami kerugian akibat pemisahan perusahaan. Dalam spin offbank, beberapa pihak yang harus mendapatkan perlindungan hukum antara lain kreditur bank, masyarakat penyimpan dana, debitur yang telah memberikan hak jaminan (terutama jaminan kebendaan) kepada bank, dan para pemegang saham bank yang melakukan pemisahan. Pemegang saham perlu mendapatkan perlindungan mengingat proses spin off untuk bank bisa terjadi bukan atas kehendak pemegang saham bank, tetapi karena ada ketentuan undang-undang yang mewjibkan pemisahan.
Pasal 68 ayat (1) UU RI Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah menyatakan bahwa apabila bank umum konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% dari total nilai aset bank induknya atau 15 tahun sejak berlakunya UU RI Nomor 21 Tahun 2008, bank umum konvensional dimaksud, wajib melakukan pemisahan UUS tersebut menjadi bank umum syari’ah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemisahan dan sanksi bagi bank umum konvensional yang tidak melakukan pemisahan UUS diatur dengan peraturan Bank Indonesia.

b.  Termasuk dalam pemisahan perusahaan sebagian atau pemisahan tidak murni (Spin Off).
Pemisahan tidak murni (spin-off) adalah pemisahan perusahaan yang mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan, dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada.
Karena bank syari’ah yang diharuskan oleh UU RI Nomor 21 Tahun 2008 untuk melakukan pemisahan dengan bank umum konvensional, sehingga pemisahan tersebut termasuk pemisahan sebagian atau pemisahan tidak murni.

3. a.   Karena sebelumnya terdaftar usaha dibidang kosmetik dan kemudian tidak ada laporan / izin untuk mengubah usahanya dari bidang kosmetik beralih bisnis ke bidang restoran, serta masa berlakunya juga belum habis. Dalam pasal 5 huruf a Permerindag RI Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 disebutkan bahwa “SIUP dilarang digunakan untuk melakukan kegiatan : usaha perdagangan yang tidak sesuai dengan kelembagaan dan/atau kegiatan usaha, sebagaimana yang tercantum di dalam SIUP;

b.  Melakukan perubahan izin usaha dengan persyaratan :
1.    Copy KTP penanggung jawab /Direktur
2.    Copy Akta pendirian /perubahan + SK Menkumham
3.    ASLI Surat Keterangan Domisili Perusahaan
4.    Copy NPWP
5.    Pas photo penanggung jawab ukuran 3 X 4 = 2 lbr berwarna
6.    SIUP ASLI yang lama

4.       Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. (Pasal 1 angka 1 UU RI Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara). Dalam pasal 1 angka 2 dijelaskan “Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan”.
Adapun pengertian dari anak perusahaan BUMN diatur dalam PeraturanMenteri Negara BUMN No. PER-03/MBU/2012 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (“Permeneg BUMN 3/2012”). Di dalamPasal 1 angka 2 Permeneg BUMN 3/2012 dijelaskan bahwa Anak Perusahaan BUMN adalah perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN.
Dengan begitu PT Pupuk A (PT PA) bukan merupakan BUMN karena penyertaan modalnya bukan dari APBN akan tetapi dari BUMN (PT Pupuk B (Persero)) dan Koperasi karyawan.


sumber : http://mahfudh-sh.blogspot.com/2013/06/merger-konsolidasi-akuisisi-dan.html
»»  Baca Selanjutnya...

Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas Dalam Perseroan


Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) telah mengatur hak-hak pemegang saham minoritas. Bentuk-bentuk hak pemegang saham minoritas tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Personal Right (Hak Perseorangan)
            Secara umum, semua orang adalah sama kedudukannya dalam hukum, berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hak perseorangan dilindungi oleh hukum, Hak perseorangan adalah relatif. Pemegang saham minoritas sebagai subjek hukum mempunyai hak untuk menggugat Direksi atau Komisaris, apabila Direksi atau Komisaris melakukan kesalahan atau kelalaian yang merugikan pemegang saham minoritas melalui pengadilan negeri.
Personal Right pemegang saham minoritas dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah sebagai berikut :
Pasal 61 Ayat (1),
Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
(Setiap pemegang saham dalam pasal ini memberikan pembatasan bagi para pemegang saham yang mempunyai saham minimal 10% (sepuluh persen) dalam perusahaan).
2)      Appraisal Right
            Appraisal Right adalah hak pemegang saham minoritas untuk membela kepentingannya dalam rangka menilai harga saham. Hak ini dipergunakan oleh pemegang saham pada saat meminta kepada perseroan agar sahamnya dinilai dan dibeli dengan harga yang wajar, karena pemegang saham tersebut tidak menyetujui tindakan perseroan yang dapat merugikannya atau merugikan perseroan itu sendiri.
Appraisal Right pemegang saham minoritas dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah sebagai berikut :
Pasal 62 Ayat (1),
Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa :
a.       perubahan anggaran dasar;
b.      pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau
c.       penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.
3)      Pre-Emptive Right
            Pre-Emptive Right adalah hak untuk meminta didahulukan atau hak untuk memiliki lebih dahulu atas saham yang ditawarkan. Dalam anggaran dasar perseroan dapat diatur pembatasan mengenai keharusan menawarkan saham, baik ditawarkan kepada pemegang saham internmaupun ekstern, atau pelaksanaanya harus mendapat persetujuan dahulu dari organ perseroan. Jadi, dalam anggaran dasar perseroan dapat ditentukan bahwa kepada pemegang saham minoritas diberikan hak untuk membeli saham terlebih dahulu daripada pemegang saham lainnya. Harga yang ditawarkan kepada pemegang saham minoritas harus sama dengan harga yang ditawarkan kepada pemegang saham lainnya.
Pre-Emptive Right pemegang saham minoritas dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah sebagai berikut :
Pasal 43 Ayat (1) dan Ayat (2),
(1)   Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.
(2)   Dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.
4)      Derivative Right
            Kewenangan pemegang saham minoritas untuk menggugat Direksi dan Komisaris yang mengatasnamakan perseroan. Pemegang saham minoritas memiliki hak untuk membela kepentingan perseroan melalui otoritas lembaga peradilan, gugatan melalui lembaga peradilan harus membuktikan adanya kesalahan atau kelalaian Direksi atau Komisaris. Dengan gugatan tersebut, apabila gugatan dimenangkan, maka yang berhak menerima pembayaran ganti rugi dari tergugat adalah perseroan. Hak ini juga meliputi hak untuk menuntut diselenggarakannya RUPS atas nama perseroan.
Derivative Right pemegang saham minoritas dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah sebagai berikut :
Pasal 79 Ayat (2),
Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dilakukan atas permintaan :
a.       1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil;
(Pemegang Saham perseroan meminta diselenggarakannya Rapat Umum Pemegang Saham, pemegang saham minoritas hanya sekedar mengusulkan tanpa ada kewenangan untuk memutuskan diadakannya RUPS).
Pasal 144 Ayat (1),
Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS.
5)      Enquete Recht (Hak Enquete)
            Enquete Recht atau hak angket adalah hak untuk melakukan pemeriksaan. Hak angket diberikan kepada pemegang saham minoritas untuk mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap perseroan melalui pengadilan, mengadakan pemeriksaan berhubung terdapat dugaan adanya kecurangan-kecurangan atau hal-hal yang disembunyikan oleh Direksi, Komisaris atau pemegang saham mayoritas. Pada dasarnya, pengawasan terhadap Direksi dalam pengelolaan perseroan dilaksanakan oleh komisaris. Tetapi dalam praktik, sering terjadi Direksi maupun Komisaris karena kesalahan atau kelalaiannya mengakibatkan kerugian pada perseroan, pemegang saham atau pihak ketiga. Oleh karena itu, pemegang saham minoritas berhak melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan operasional perseroan.
Enquete Recht pemegang saham minoritas dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah sebagai berikut :
Pasal 97 Ayat (6),
Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.
Pasal 114 Ayat (6),
Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.
Pasal 138 Ayat (3),
Permohonan pemeriksaan Perseroan dapat diajukan oleh :
a.       1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara;
b.      pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar Perseroan atau perjanjian dengan Perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau
c.       kejaksaan untuk kepentingan umum.
(Meminta diadakannya pemeriksaan terhadap perseroan, dalam hal terdapat dugaan bahwa perseroan, anggota Direksi atau Komisaris perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga). [1]


sumber :http://mahfudh-sh.blogspot.com/2013/06/merger-konsolidasi-akuisisi-dan.html
»»  Baca Selanjutnya...